INFORMASI

Marhaban Bikumul_Kautsar

Sabtu, 08 Juni 2013

Posted by alkautsar
1 comment | Juni 08, 2013
Assalamu'alaikum warohmatulloohi wabarokatu,
Semoga saudara-saudaraku sekalian dalam keadaan sehat dan baik hatinya, teguh imannya dan baik budinya...,

Dalam kesempatan ini penulis akan mengangkat sebuah rubrik atau fenomena yang sangat banyak ditanyakan oleh kita. Ialah tentang Hukum Mengaqiqahkan Diri Sendiri. Sebelumnya mari kita perhatikan hadist Rasulullah berikut :

Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : “Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.” 
[HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad]

Akikah (bahasa Arab: عقيقة, transliterasi: Aqiqah yang berarti memutus dan melubangi, dan ada yang mengatakan bahwa akikah adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong, dan dikatakan juga bahwa akikah merupakan rambut yang dibawa si bayi ketika lahir.Adapun maknanya secara syari’at adalah hewan yang disembelih untuk menebus bayi yang dilahirkan.

Secara umum pelaksanaan aqiqah dibebankan kepada ayah dari anak yang baru dilahirkan. Secara hukum aqiqah adalah sunnah muakkad sebagaimana hadist tersebut di atas.

Kembali kepada masalah yang kita bahas kali ini, dari uraian di atas, bagaimana sebenarnya Hukum Mengaqiqahkan Diri Sendiri menurut acuan Al-Quran dan Hadist?
Alhamdulillah dengan cukup melibatkan beberapa pendapat para ulama yang diangkat dalam dialaog tanya jawab antara jamaah, penulis mendapatkan catatan dari narasumber (Ustadz Dr. Fuji Rahmadi P, Ma) yang mengkin bisa menjadi pertimbangan dan pandangan untuk kita dalam masalah Hukum Mengaqiqahkan Diri Sendiri. Mari kita baca dan pahami dialog berikut :

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum ustadz,... saya ingin bertanya tentang hukum orang akikah untuk dirinya sendiri... mohon penjelasan ustadz beserta dengan dalil-dalilnya dari Alquran dan Hadis... terima kasih ustadz sebelumnya. Dari Rizqi di Tebing Tinggi.

Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan saudari yang cukup umum dan terjadi di masyarakat. Untuk menjawab pertanyaan saudari, berikut saya uraikan beberapa hal antara lain:

Pertama, akikah hukumnya sunah muakkad (ditekankan) menurut pendapat yang lebih kuat. Dan yang mendapatkan perintah adalah bapak. Karena itu, tidak wajib bagi ibunya atau anak yang diakikahi untuk menunaikannya. Jika Akikah belum ditunaikan, sunah akikah tidak gugur, meskipun si anak sudah baligh. Apabila seorang bapak sudah mampu untuk melaksanakan akikah, maka dia dianjurkan untuk memberikan akikah bagi anaknya yang belum diakikahi tersebut.

Kedua, jika ada anak yang belum diakikahi bapaknya, apakah si anak dibolehkan untuk mengakikahi diri sendiri? Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang lebih kuat, dia dianjurkan untuk melakukan akikah. Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika dia belum diakikahi sama sekali, kemudian baligh dan telah bekerja, maka dia tidak wajib untuk mengakikahi dirinya sendiri. 

Imam Ahmad ditanya tentang masalah ini, ia menjawab, “Itu adalah kewajiban orang tua, artinya tidak wajib mengakikahi diri sendiri. Karena yang lebih sesuai sunah adalah dibebankan kepada orang lain (bapak). Sementara Imam Atha dan Hasan Al-Bashri mengatakan, “Dia boleh mengakikahi diri sendiri, karena akikah itu dianjurkan baginya, dan dia tergadaikan dengan akikahnya. Karena itu, dia dianjurkan untuk membebaskan dirinya.” Sementara menurut pendapat kami, akikah disyariatkan untuk dilakukan bapak. Oleh karena itu, orang lain tidak perlu menggantikannya….” (Al-Mughni, 9:364)

Ibnul Qayim mengatakan, “Bab, hukum untuk orang yang belum diakikahi bapaknya, apakah dia boleh mengakikahi diri sendiri setelah balig?” Al-Khalal mengatakan, “Anjuran bagi orang yang belum diakikahi di waktu kecil, agar mengakikahi diri sendiri setelah dewasa.” Kemudian ia menyebutkan kumpulan tanya jawab dengan Imam Ahmad dari Ismail bin Sa’id Al-Syalinji, ia mengatakan, “Saya bertanya kepada Ahmad tentang orang yang diberi tahu bapaknya bahwa dia belum diakikahi. Bolehkah mengakikahi diri sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Itu adalah kewajiban bapak.” 

Dalam kitab Al-Masail karya Al-Maimuni, ia bertanya kepada Imam Ahmad, “Jika orang belum diakikahi, apakah boleh dia akikah untuk diri sendiri ketika dewasa?” Kemudian ia menyebutkan riwayat akikah untuk orang dewasa dan ia dhaifkan. Saya melihat bahwasanya Imam Ahmad menganggap baik, jika belum diakikahi waktu kecil agar melakukan akikah setelah dewasa. Imam Ahmad mengatakan, “Jika ada orang yang melaksanakannya, saya tidak membencinya.”

Abdul Malik pernah bertanya kepada Imam Ahmad, “Bolehkah dia berakikah ketika dewasa?” Ia menjawab, “Saya belum pernah mendengar hadis tentang akikah ketika dewasa sama sekali.” Abdul Malik bertanya lagi, “Dulu bapaknya tidak punya, kemudian setelah kaya, dia tidak ingin membiarkan anaknya sampai dia akikahi?” Imam Ahmad menjawab, “Saya tidak tahu. Saya belum mendengar hadis tentang akikah ketika dewasa sama sekali.” kemudian Imam Ahmad mengatakan, “Siapa yang melakukannya maka itu baik, dan ada sebagian ulama yang mewajibkannya.” (Tuhfatul maudud, Hal. 87 – 88)

Setelah membawakan keterangan di atas, Syekh Abdul Aziz menjelaskan, “Pendapat pertama yang lebih utama, yaitu dianjurkan untuk melakukan akikah untuk diri sendiri. Karena akikah sunah yang sangat ditekankan. Bilamana orang tua anak tidak melaksanakannya, disyariatkan untuk melaksanakan akikah tersebut jika telah mampu. Ini berdasarkan keumuman banyak hadis, diantaranya, sabda Nabi saw: “Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya, disembelih pada hari ketujuh, dicukur, dan diberi nama.” Diriwayatkan Imam Ahamd, Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibn Majah, dari Samurah bin Jundub ra., dengan sanad yang shahih.

Termasuk juga hadis Ummu Kurzin, bahwa Nabi saw., memerintahkan untuk memberikan akikah bagi anak laki-laki dua kambing dan anak perempuan dengan satu kambing. Hadis ini diriwayatkan Imam Ahamd, Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibn Majah. Demikian pula Tirmudzi meriwayatkan yang semisal dari Aisyah. Dan ini tidak hanya ditujukan kepada bapak, sehingga mencakup anak, ibu, atau yang lainnya, yang masih kerabat bayi tersebut.”

Jika diteliti keterangan di atas, maka terjadi perbedaan pendapat. Namun dalam hal ini saya lebih cenderung untuk mengamalkan pendapat yang disampaikan oleh Imam Ahmad yang pada intinya menyatakan bahwa akikah untuk diri sendiri tidak memiliki dasar yang jelas secara tekstual dalam Alquran dan Hadis. Oleh karena itu, kewajiban akikah memang ditangan orangtua khususnya bapak, bukan anak. 
Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Semoga bermanfaat untuk kita semua.
Wassalaamu'alaikum :)

Posted by alkautsar
No comments | Juni 08, 2013
Bismillahhirrohmaanirrohiim,

Berperangka Baik atau sering kita sebut dengan istilah Khusnozhon adalah suatu kajian aqida akhlak Islam yang selalu dianjurkan bahkan diwajibkan kepada kita sebagai seorang muslim sebagaimana firman Allah :



يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa.” 
[Q.S Al-Hujurat: 12]

Berperasangka baik bertitik berat pada hati dan pikiran kita, memerlukan kesabaran dan keimanan yang baik.  Seseorang yang ditimpa musibah, sedang berada dalam kesedihan atau sebagainya yang bersifat melukai hatinya sering kali mencari kambing hitam dari semua masalah yang dialaminya.

Saudaraku...., bukannya  berperasangka baik itu adalah suatu usaha untuk melapangkan dan membersihkan hati? Sebaliknya, bukankan berperasangka buruk itu menyesakkan dadamu? Membuat pikiranmu sibuk serta emosimu susah untuk engkau kendalikan?

Dalam al-quran Allah berfirman :

"Wahai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku."
[ Q.S al-Fajr : 27-30 ]

Jiwa yang tenang di atas maksudnya adalah jiwa-jiwa yang telah dipenuhi rahmat dan petunjuk Allah, hati jiwa yang tunduk terhadap perintah Allah. Secara ilmu tafsir, Adapun kata al-muthmainnah yang berarti jiwa yang tenang dalam ayat tersebut merupakan ism al-fâ’il dari al-thuma’nînah wa al-ithmi’nân. Secara bahasa, kata al-thuma’nînah berarti as-sukûn (diam, tenang, tidak bergerak). Dijelaskan juga oleh al-Asfahani, kata tersebut berarti as-sukûn ba’da al-inzi’âj (tenang setelah gelisah atau cemas). Menurut at-Tunisi, kata ithma’anna digunakan ketikahâdiran ghayra mudhtharib wa lâ munza’ij (tenang, tidak cemas dan tidak gelisah). Kata itu juga bisa juga digunakan untuk menunjuk ketenangan jiwa karena membenarkan apa yang dalam al-Quran tanpa ada keraguan dan kebimbangan. Oleh karena itu, penyebutan tersebut merupakan pujian atas jiwa tersebut. Bisa pula, ketenangan jiwa tersebut tanpa takut dan fitnah di akhirat. Jiwa yang tenang itu jua tak luput dari jiwa yang berperasangka baik, bersabar karenan Allah.



Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah menyampaikan sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya :

“Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk (zhan) karena zhan itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah kalian mencari-cari aurat/cacat/cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang Dia perintahkan. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka janganlah ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan pertolongan/bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di sini, takwa itu di sini.” Beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya. “Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati-hati dan amalan kalian.”
[HR. ِAl-Bukhari no. 6066 dan Muslim no. 6482]

Zhan yang disebutkan dalam hadits di atas dan juga di dalam ayat, kata ulama kita, adalah tuhmah (tuduhan). Zhan yang diperingatkan dan dilarang adalah tuhmah tanpa ada sebabnya. Seperti seseorang yang dituduh berbuat fahisyah (zina) atau dituduh minum khamr padahal tidak tampak darinya tanda-tanda yang mengharuskan dilemparkannya tuduhan tersebut kepada dirinya. Dengan demikian, bila tidak ada tanda-tanda yang benar dan sebab yang zahir (tampak), maka haram berzhan yang jelek. Terlebih lagi kepada orang yang keadaannya tertutup dan yang tampak darinya hanyalah kebaikan/keshalihan. Beda halnya dengan seseorang yang terkenal di kalangan manusia sebagai orang yang tidak baik, suka terang-terangan berbuat maksiat, atau melakukan hal-hal yang mendatangkan kecurigaan seperti keluar masuk ke tempat penjualan khamr, berteman dengan para wanita penghibur yang fajir, suka melihat perkara yang haram dan sebagainya. Orang yang keadaannya seperti ini tidaklah terlarang untuk berburuk sangka kepadanya. 
[Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an 16/217, Ruhul Ma’ani 13/219]

Saudaraku, Islam memfasilitasi umat manusia agar dapat menikmati hidup ini dengan tenang, damai dan tanpa beban. Menikmati hidup dengan selalu tersenyum, ringan dalam melangkah, serta memandang dunia dengan berseri-seri. Inilah implementasi dari ajaran Islam yang memang dirancang untuk selalu memudahkan dan menjadi rahmat bagi sekalian alam. Untuk mewujudkan hidup yang selalu tersenyum, ringan dan tanpa beban tersebut; Islam memberikan beberapa tuntunan. Yaitu di antaranya: menjaga keseimbangan, selalu berbaik sangka (husnuzhon), juga dengan berpikir positif.

Secara naluriah, setiap manusia pasti merindukan perubahan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupannya.Baik secara individu, maupun sosial untuk membangun jiwa serta pikiran yang bersih. Terutama dalam menyikapi kehidupan yang sarat dengan tantangan di era globalisasi saat ini. 

Banyak langkah yang ditempuh untuk membangun jiwa menuju pola pikir yang positif dan pikiran yang bersih berdasarkan hati nurani yang fitrah. Dimulai dengan mengubah paradigma dan meluluskan tekad dan niat yang tulus untuk meraih perubahan. Tidak berpikiran statis (jumud), tak angkuh, aniaya, egoisme, menjadi sosok yang berbeda, teguh dalam prinsif, istiqomah serta ridho dalam menerima takdir Allah swt.

Upaya membangun jiwa positif dalam kajian fokus kali ini, mari kita mengambil beberapa penelitian yang membahas tema kecemasan jiwa dari sisi pandang agama Islam yang dilandasi oleh keimanan yang telah meresap dalam qalbu manusia yang hatinya mati dapat dibangkitkan dengan ketenangan dan ketenteraman jiwanya.

Ada beberapa kiat bagaimana membangun jiwa yang memiliki perasangka yang baik secara Islam yakni sebagai berikut:

Pertamaluruskan pikiran. Berdasarkan firman Allah dalam surah Ar-Ra’du: 11, Allah menjelaskan tentang hukum perubahan dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya keadaan anda tidak akan berubah dari satu kondisi selama anda belum mengenal hukum perubahan ini dengan baik. Maka tinggal upaya anda untuk mengatasi rasa cemas atau agar terbebas dari keresahan.Tidak akan berguna hidup anda adalah refleksi dari gaya berpikir anda dengan kapasitas anda pula. Anda bisa sakit atau juga bisa menikmati sehat. Kedudukan seseorang bukan penentu kebahagiaan atau kesengsaraan seseorang. Tetapi bagaimana menyikapinya mengubah cobaan berat menjadi sebuah karunia seperti diungkap oleh Mujtahid dan ulama besar Ibnu Taimiyah berkata, 

Apa yang dilakukan oleh musuh-musuhku? Tamanku dan surgaku berada dalam dadaku. Membunuhku sama halnya dengan mati syahid. Mengasingkanku sama dengan bertamasya, memenjarakanku sama dengan berkhalwat. 

Kedua, tinggalkan sifat perfeksionisme, yaitu sifat orang-orang yang menginginkan segala sesuatunya berjalan dengan semestinya atau berjalan dengan sekehendaknya. Sifat ini banyak menjadikan orang stress dan gangguan jiwa berupa cemas atau gangguan-gangguan lainnya. 
Ciri-ciri sifat perfeksionisme adalah : 
  • Mereka tidak mau menerima kekurangan yang ada pada dirinya.
  • Mereka ingin segala maksud dan tujuannya tercapai dengan mulus tanpa rintangan sesuai dengan yang diinginkan. 
  • Memiliki sifat hipokrit (munafik). Ada hadits Nabi Muhammad saw., yang mengandung makna demikian:“Orang yang mati syahid, orang yang berilmu, orang yang mengaku dermawan, ketiga-tiganya terlempar ke neraka lantaran lahiriahnya berjiwa malaikat, tapi karakternya berhati iblis”.
Ketiga, hilangkan rasa cemburu terhadap apa yang dimiliki orang lain. Rasa cemburu salah satu sebab timbulnya rasa cemas. Rasa cemburu timbul lantaran kurangnya memiliki sifat kepercayaan diri. Rasa cemburu tidak hanya menimpa pada sektor kehidupan rumah tangga saja, akan tetapi bisa dalam sector lainnya. Bisa cemburu lantaran orang tersebut kurang dihormati di masyarakat, padahal orang tersebut pintar, alim dan lainnya. Bisa cemburu lantaran kurang sukses dalam bidang ekonomi, politik, sosial, jabatan, gelar akademik dan sebagainya. Ingatlah, bahwa berpikir cemburu adalah cara berpikir yang keliru dan salah. Kita memiliki rasa percaya diri terhadap kemampuan yang kita miliki. Ingatlah, kebahagiaan anda bukan dari orang lain, tetapi muncul dari diri anda sendiri. 

Keempat, jadilah sosok berbeda dan jadilah diri sendiri.Islam sebagai agama kita telah menentang sifat ikut-ikutan. Islam sangat mengagumkan dalam independensi dalam kepribadian individu. Dalam Islam istilah ikut-ikutan dinamakan imma’iyyah, yang diambil dari kata imma’a yang tersusun dari 2 kata yang berarti jika dan ma’a, bersama-sama. Jadi artinya, jika orang berbuat ini, maka saya bersama mereka. Rasulullah saw., bersabda,

 “Janganlah kalian ikut-ikutan. Para sahabat bertanya: Apa arti Imma’atan ya Rasulullah?Rasulullah saw., menjawab, “Saya bersama orang-orang yang jika orang-orang berbuat baik, maka saya pun berbuat baik. Jika mereka berbuat zalim, maka saya pun berbuat zalim, melainkan aturlah dirimu sendiri,”
(HR. Turmudzi). 

Sistem tarbiyah yang dilakukan Nabi Muhammad saw., kepada para sahabatnya tak berdasarkan metode ikut-ikutan, dengan tujuan agar menghasilkan karakter yang berbeda beda, tapi memiliki keunggulan masing-masing. Sesuai dengan porsinya. Mari kita renungkan hadis Rasulullah saw., yang maknanya, 

“Orang yang paling penyayang kepada ummatku adalah Abu Bakar. Orang yang paling tegas dalam urusan agama atau hukum Allah adalah Umar bin Khotob, orang yang memiliki rasa malu adalah Utsman bin Affan, orang yang pandai membaca Quran adalah Ubay bin Ka’ab, orang yang pandai ilmu faroo-idl adalah Zaid bin Tsabit, orang yang paling pandai atau ‘alim adalah Mu’adz bin Jabal. Bukankah setiap umat ini ada yang berjiwa pemimpin? Dan orang yang memiliki jiwa ini adalah Abu Ubaidah bin Zarrah,” 
(HR. At-Tirmidzi, An Nasa’i, At- Thabarani dan Al Bayhaqqi). 

Kelima, berusaha untuk menghilangkan penyakit hati. Penyakit ini tentu bukan virus atau sejenis mikroba. Akan tetapi penyakit ini akibat adanya kerusakan pikiran yang bersumber dari hati manusia. Dan akibat tipisnya iman kita kepada Allah swt. Bahaya sifat ini ditegaskan Nabi Muhammad saw., 

"Waspadalah kalian dari sifat iri, karena sifat iri itu akan memakan kebaikan-kebaikan, sebagaimana api memakan kayu bakar atau rerumputan kering".
 (HR. Abu Dawud). 

Tantangan hidup manusia di era globalisasi saat ini berkaitan dengan bagaimana cara membangun nilai-nilai positive thinking. Maka yang perlu kita sikapi sebagai da’i adalah bagaimana seharusnya profil seorang da’i yang selalu memberi pencerahan dan tausiyah kepada umat dalam membangun masyarakat madani yang berperadaban seperti diungkap oleh Nurcholis Madjid mengutip masyarakat yang pernah dibangun oleh Rasulullah saw., di Madinah. 

Ada 5 pilar dalam membangun masyarakat madani:
  1. Masyarakat rabbaniyah, masyarakar religius, yang dilandasi semangat berketuhanan atau tauhidiyah.
  2. Masyarakat demokratis, hidup dalam suasana musyawarah dalam memecahkan persoalan kemasyarakatan atau muamalat.
  3. Masyarakat toleran. Masyarakat Madaniyah adalah masyarakat majemuk, plural, baik dari suku maupun agama.
  4. Masyarakat yang berkeadilan.
  5. Masyarakat yang berilmu.
walloohu a'lam,

Semoga menjadi motivasi dan renungan untuk kita semuanya.
Bismillahhirrohmaanirrohiim,
"Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." 
[Q.S Al-Ashr 103 :1-3]

tulisan ini sebahagian di ambil dari catatan abanganda Dr. Fuji Rahmadi, MA, dengan ini penulis ucapkan terimakasih atas kajiannya yang sungguh sangat memotivasi penulis.

Semoga bermanfaat :)
Wassalaamu'alaikum warohmatullooohi wabarokatu.

Posted by alkautsar
No comments | Juni 08, 2013
Bismillaahirrohmaanirrohiim....
Assalamu'alaikum warohmatulloohi wabarokaatu...

Shalat berjamaah...., adalah hal yang sangat dianjurkan kepada setiap muslim terutama laki-laki (muslimin). Tapi ini merupakan hal yang sering terlupakan oleh banyak dari kita kaum muslim. Mungkin menganggap shalat berjamaan adalah suatu perbuatan yang membuang waktu, membosankkan atau mungkin ummat muslim kebanyakan hanya menunaikan shalat kerna takut akan dosa saja, hanya sekedar melaksanakan kewajiban, tidak lagi sesuai dengan niat yang ia niatkan dalam tiap shalatnya "Lillaahi Ta'ala", karena Allah Ta'ala. Atau mungkin juga telah terlepas atau tak mengindahkan perintah Allah dalam Quran:
bismillahirrohmaanirrohiim

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” 
[QS. Al-Baqarah: 43]

Sungguh shalat berjamaah adalah hal yang sangat diperintahkan Allah , bahkan Allah memerintahkan shalat berjamaah walau dalam keadaan perang sebagaimana firmanNya :
bismillah,

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata”. 
[QS. An-Nisa`:102]

Dalam sebuah hadist :


Tidaklah ada tiga orang dalam satu perkampungan atau pedalaman tidak ditegakkan pada mereka shalat kecuali Syeithon akan menguasainya. Berjamaahlah kalian, karena srigala hanya memangsa kambing yang sendirian”
[H.R Abu Dawud]


Sungguh sangat ironis jika kita sebagai ummat muslim mengabaikan perintah shalat berjamaah. Sangat tidak pantas jika seorang muslim merasa dirugikan waktunya dengan shalat berjamaah. Bukankah kita manusia hanya sekedar hambaNya? Apakah hal sesungguhnya yang menyebabkan seorang muslim enggan mengerjakannya? Dalam sebuah Hadist Rasulullah SAW bersabda :

“Shalat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga shalat didirikan, kemudian kusuruh seseorang mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri shalat, lantas aku bakar rumah-rumah mereka.” 
[HR. Al-Bukhari no. 141 dan Muslim no. 651]

Secara umum menurut penulis ada beberapa alasan mengapa seorang muslim mengabaikan perintah shalat berjamaan :
  1. Enggan karena shalat berjamaah cenderung memerlukan waktu yang lama. Banyak di antara kita melaksanakan shalat bak latihan silat, dengan cepatnya tanpa memerhatikan tumakninah dan kekhusukan shalatnya.
  2. Merasa cukup dengan hanya mendirikan shalat ( sendirian ), "setidaknya masih Shalat". Artinya telah dibuat suatu standar amal yang minimalis.
  3. Niat, niat mungkin telah berubah, shalat bukan lagi karena Allah, tapi kerena Takut dengan dosa semata.
  4. Capek..., alasan yang sering diutarakan orang-orang jika ditanya tentang alasannya tidak shalat berjamaah,, bahkan bahayanya sampai tidak melaksanakan shalat karena capek dengan urusan dunianya.
  5. Khusus laki-laki yang diwajibkan shalat berjamaah di Masjid..., mungkin ada rasa sombong di dalam hatinya, enggan menjalin silaturrahmi dengan orang-orang di sekitarnya. dan lain-lain, wallahu a'lam.
Bukankah alasan-alasan di atas sangat bertentangan dengan firman Allah dalam Al-Quran :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. [QS.Adz Dzariyaat :56]
Na'udzubillahimin dzalik.

Saudaraku.., coba bercermin kepada hati kita masing-masing, siapa kah diri kita? Bukankah kita hanya seorang hamba yang tiap detik mengecap nikmat dari Zat yang kita secara tidak langsung atau langsung sombong kepadaNya? Jangan sekali-sekali buat perhitungan amalmu dan membuat standar, beramal tiada memiliki standar. Beramallah semaksimal mungkin selagi waktu masih diberikan kkeppada kita.
Perkara shalat berjamaah, janganlah pandang dari sisi susah atau keinginan nafsu kita saja. Bukankah shalat berjamaah memiliki banyak keutamaan atau ganjaran pahala bagi orang-orang yang mengerjakannya?

Dari Abu Hurairah : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ
“Shalat seorang laki-laki dengan berjama’ah dibanding shalatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjama’ah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka Malaikat akan turun untuk mendo’akannya selama dia masih berada di tempat shalatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti pelaksanaan shalat.” 
[HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 649]
Dari Abu Musa dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى فَأَبْعَدُهُمْ وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الَّذِي يُصَلِّيهَا ثُمَّ يَنَامُ
“Manusia paling besar pahalanya dalam shalat adalah yang paling jauh perjalannya, lalu yang selanjutnya. Dan seseorang yang menunggu shalat hingga melakukannya bersama imam, lebih besar pahalanya daripada yang melakukannya (sendirian) kemudian tidur.” 
[HR. Muslim no. 662]
Dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma-, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian.”
[HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 650]

Kiranya ktulisan ini dapat menggugah hati kita, memerangi nafsu kita serta menjadi pelajaran yang berguna bagi kita.
Dari Abu Bakar RA, “Wahai Nabi Saw, siapakah manusia yang paling baik?”. Beliau Bersabda, “Orang yang panjang umur dan baik amalnya”. Ia bertanya lagi, “siapakah manusia yang jelek?”, Nabi menjawab, “Orang yang panjang umur lagi buruk amal nya”. 
[HR Ahmad dan At-Tirmidzi]

Wassalamu'alaikum warohmatulloohi wabarokaatu. :)

Posted by alkautsar
No comments | Juni 08, 2013
Bismillaahirrohmanirrohiim...
Assalamu'alaikum Saudara-saudaraku....

Pada kesempatan ini saya akan mengangkat suatu masalah yang lagi tren masa kini, "GALAU".

Dalam perjalanan hidup tentu ada saja hal yang membuat hati resah, sakit sampai terluka. Terpendam sehingga menyebabkan dendam di hatinya. Resah yang berkepanjangan ini dan tiadanya solusi cenderung membuat seseorang GALAU. Apa sebenarnya arti dari kata GALAU ?

Galau adalah suatu istilah zaman modern yang sering dipakai untuk mewakilkan rasa yang sedih, gundah, resah, gelisah, pikiran yang cenat-cenut dan bercampur-aduk, yang jelas semua yang buat gk enak di hatilah, hiks :'( . Hal ini sering dirasakan oleh tiap orang. Tidak mungkin perjalanan hidup seseorang selalu berjalan mulus. Ada saatnya cobaan datang, adakalanya banyak yang buat serba salah, emosi bahkan sampai ingin marah untuk meluapkan perasaannya.

Nah..., dalam hal ini sesuai dengan judul yang penulis pilih di atas "Galau Dan Solusinya Secara Islami" mari kita bahas masalah ini dari sudut pandang Islam.

Allah berfirman dalam Al-Quran :

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
 
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."
[Q.S Al-Baqoroh 2 : 155]

Ayat di atas membuktikan kepada kita bahwa pasti ada yang namanya cobaan bagi setiap orang dalam perjalanan hidupnya. Setiap cobaan yang dihadapi manusia kiranya secara hakekat merupakan ujian, uji kesiapan mental sebagai muslim sejati, atau bahkan uji keimanan seseorang, seberapa kuatkah iman seseorang ketika ditimpa cobaan, apakah ia bertahan dan semakin bertambah imannya atau bahkan ia cenderung menjauh, mengupat atau sebagainya dan sampai menyalahkan Allah sang Khaliknya. Na'udzubillah.

  لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَمَن يُعْرِضْ عَن ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَاباً صَعَداً 

"Untuk Kami beri cobaan kepada mereka padanya. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat".
[Q.S Al-Jin ayat 17]

Ayat dan hadist dii atas mungkin telah cukup memmberi perngatan kepada kita dalam menghadapi ujian atau cobaan jika suatu saat ia menghapiri kita.

Untuk itu setelah kita tahu jika cobaan yang mungkin bisa membawa seseorang menjadi GALAU, bagaimana solusi GALAU secara Islami?

Pertama,
 Dalam Al-Quran Allah berfirman :

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِين 

"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu , sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
[Q.S Al-Baqoroh 2 : 153]

Ayat tersebut jelas telah memberikan solusi bagi kita untuk bersikap dalam menghadapi setiap permasalahan yang terjadi. Orang yang sabar pasti tidak akan merasakan cobaan itu sangat berat sehingga membuatnya GALAU, orang-orang yang shalat tentunya cenderung akan merasakan ketenangan. Karena dengan Shalat hakekatnya ia berkomunikasi dengan Tuhannya. Dengan Shalat ia telah menyatakan dirinya sebagai seorang makhluk yang lemah dibandingkan dengan tuhannya ( ingat tentang tulisan sebelumnya tentang Tauhid dalam bacaan dan gerakan Shalat ), dalam shalat juga tepatnya ia selalu mengucapkan :

يَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ () اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ () صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ

"Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan, Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat"
[Q.S Al-Fatihah 1 : 5-7]

Bukankah dengan ayat-ayat yang selalu kita lafazkan dalam shalat telah menyatakan bahwa kita bersandar kepadaNya? Sebagaimana firman Allah juga :

  الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوب

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram."
[Q.S Ar-Ra'd ayat 28]
Intinya Solusi Pertama adalah Allah.

Kedua, jika kita membahas tentang GALAU, ialah GALAU itu merupakan perasaan atau emosi seseorang. Emosi itu juga tak luput dari yang namanya Nafsu. Nafsu terbagi 3 yaitu nafsu Muthmainnah, Nafsu Lawwamah dan Nafsu Ammarah. Dalam suatu hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, beliau bersabda :

“Kebajikan adalah akhlak terpuji, sedangkan dosa adalah apa yang meresahkan jiwamu serta engkau tidak suka apabila masalah itu diketahui orang lain.”

Dari hadits ini nampak jelas, bahwa dosa adalah segala sesuatu yang meresahkan jiwa, dosa adalah sesuatu yang membuat kita galau. Dan dosa-dosa itu berawal dari kesalahan-kesalahan yang kita lakukan baik itu sengaja ataupun tidak. Dan nafsu yang cenderung dengan dosa adalah nafsu Ammarah. Marah. bimbang, ragu dan resah tanpa kita sadari adalah bisikan syetan. Syetan Allah ciptakan dari Api, dan kita sama-sama tahu jika melawan api kita pakai air untuk memadamkannya. ( terlepas soda soda api ya..., kaco juga klu orang yang lagi malah disembur pake soda api, bukan padam, yang ada makin besar apinya mah....,heheheh ). Air yang dimaksudkan disini sebagai pereda amarah adalah Air wudhu'. Iya..., jika GALAU menyiksa pikiranmu cobalah berwudhu' sebagaimana hadist Rasulullahh :

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jika kamu marah dalam keadaan berdiri, duduklah. Jika kamu masih marah, padahal sudah dalam keadaan duduk, berbaringlah. Jika kamu masih marah, padahal sudah dalam keadaan berbaring, segera bangkit dan ambil air wudu untuk bersuci dan lakukan shalat sunah dua rakaat.”
[HR. Abu Dawud dan Ahmad]

Intinya, Solusi kedua adalah dengan berwuudhu.

Ketiga, merujuk kepada firman Allah :

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal".
[Q.S Al-Anfaal ayat 2]

"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang , gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun."
[Q.S Azzumar ayat 23]

"Dan Adz Dzikr (Al Qur'an) ini adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah Kami turunkan.”
[QS. Al Anbiya’: 50.]

“Orang-orang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertobat kepada Nya". “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” 
[QS. Ar Ra’du: 27-28.]

Dari ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa salah satu solusi GALAU yang menimpa kita adalah dengan membaca Al-Quran  dengan maknanya.

Sebenarnya sangat banyak solusi GALAU yang ditawarkan Islam kepada kita. Misalnya jika kita merujuk kepada lagunya Mas OPICK tentang Tombo Ati, disana juga disajikan 5 obat hati yang sangat mujarab sesuai dengan ajaran Islam :
  1. Membaca quran dengan artinya;
  2. Shalat malam;
  3. Berkumpul dengan oorang-orang shaleh;
  4. Memperbanya Puasa;
  5. Dzikir di malam hari.
Subhanalloh...., belumkah tumbuh rasa syukur di hatimu bahwa Allah menciptakanmu sebagai seorang muslim? Yang memiliki ajaran yang sempurna, kitab yang tiada pernah diubah tapi selalu dapat dijadikan pedoman hidup sepanjang zaman, hukum dan rukun yang tertata rapi. Maha Benar Allah..., Sesungguhnya Dialah yang Maha Mengetahui lagi Maha Berkuasa.

Smoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semuanya, dan semoga petunjuk dan rahmat Allah selalu bersama kita.

"Keep say...," NO GALAU, ada Allah bersamaku...."

Wassalamu'alaikum warohmatulloohi wabarokatu...

Posted by alkautsar
No comments | Juni 08, 2013
Assalaamu'alikum warohmatulloohi wabarokatu.....,

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyajikan suatu hal yang mungkin jarang kita laksanakan atau bahkan kita belum tahu tentang perkara tersebut. Ialah dia adalah Sujud Sajadah. Tulisan ini dikutip dari catatan Abangandan Dr. Fuji Rahmadi, MA dalam suatu kesempatan ceramah yang  membahas Rubrik Hukum Islam Tentang Sujud Sajadah yang disajikan dalam bentuk tanya jawab.


Pertanyaan:
            Assalamu’alaikum ustadz... Saya ingin bertanya tentang hukum sujud sajadah, bacaan, dan tatacara melakukannya dalam aturan fikih. Mohon agar ustadz bisa menjelaskannya secara rinci dan jelas. Terima kasih ustadz. Dari: Bu Erniati Medan

Jawaban:

Sujud sajadah atau sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan setelah membaca salah satu ayat-ayat sajadah dalam Aquran ketika sholat ataupun di luar sholat. Orang yang mendengar juga dituntut sujud apabila mendengar ayat sajadah. Ini bermaksud, orang yang dituntut sujud ialah orang yang membaca ayat sajadah dalam sholat, orang yang membacanya di luar sholat, orang yang mendengar tidak dalam sholat dan tidak membaca. Ketiga-tiga keadaan ini dituntut sujud tilawah.

Jika seseorang itu membaca Alquran bersendirian dan sampai pada ayat sajadah hendaklah dia sujud. Manakala jika seorang imam membaca ayat sajadah lalu apabila sampai pada ayat sajadah dia pun sujud, maka wajib bagi makmum mengikut imam dalam sujud.

Dalam tertib sujud disunatkan bertakbir sebelum sujud dengan tidak mengangkat kedua tangan dan hendaklah memelihara adab ketika sujud seperti mana sujud dalam sholat. Bacaan yang disunatkan dalam sujud sajadah ialah 

Allahumma laka sajdtu wa bika aamantu, wa laka aslamtu, sajada wajhiya lilladzi khalaqahu wa sawwarahu, wa syaqqa sam'ahu wa basharahu wa quwwatihi, fa tabarakallahu ahsana al-Khaliqin 

Artinya : 

(Wahai Tuhan, kepada-Mu jualah aku sujud, dengan-Mu jualah aku beriman dan kepada-Mu lah aku berserah, telah sujud wajahku kepada yang telah menciptanya, yang telah memberi rupa baginya dan telah memberi pendengaran dan penglihatan dengan kehendak-Nya dan dengan kekuatan-Nya, Tuhan yang penuh limpah keberkatan-Nya telah menjadikan manusia dengan sebaik-baik kejadian). 



Setelah itu, takbir kembali untuk bangkit dari sujud

Adapun syarat sujud bagi mereka yang di luar sholat adalah:
  1.  Suci dari hadas kecil dan hadas besar; 
  2. Menutup aurat; 
  3. Berniat untuk sujud sajadah;
  4. Menghadap kiblat; 
  5. Takbiratul ihram dan takbir bagi sujud;
  6. Memberi salam. 

Sekiranya terdapat halangan yang menyebabkan seseorang itu tidak dapat sujud, seperti berhadas kecil, dalam kenderaan atau mendengarnya dari corong masjid, maka diharuskan mengucapkan: Subhanallahi walhamdulillahi, wa laa Ilaha illahi, wallahu akbar. 

Dalil tentang sujud sajadah sebagian besar adalah hadis Nabi saw., diantaranya: \

Dari Abu Hurairah r.a. katanya, Rasulullah saw., telah bersabda; Apabila anak Adam membaca ayat Sajadah, lalu dia sujud; maka syaitan jatuh sambil menangis. Katanya, "kecelakaan ke atas aku! Anak Adam disuruh sujud, maka dia sujud, lalu mendapat syurga. Aku disuruh sujud, tetapi aku menolak maka untukku neraka.
[HR. Bukhari dan Muslim] 

Ibnu Umar meriwayatkan; Bahwa Nabi saw., pernah membaca Alquran. Lalu beliau membaca sebuah surah yang ada ayat sajadahnya. Beliau lantas sujud dan kami juga sujud mengikuti beliau sampai-sampai beberapa di antara kami tidak mendapatkan tempat sujud bagi keningnya (karena banyaknya sahabat yang hadir). 
[HR. Muslim]

Menurut mazhab Al-Syafi’iyyah, hukum sujud sajadah adalah sunat muakkad, atau sunat yang amat digalakkan. Sementara mazhab Al-Hanafiyyah mewajibkan sujud sajadah. Ini didasarkan pada hadis dari Umar ra.,: 

Pada suatu hari Jumat, dia (Rasulullah) membaca surah al-Nahl di atas mimbar, maka ketika sampai pada ayat Sajadah, dia lalu turun dan sujud. Dan para hadirin juga turut melakukan sujud. Pada hari Jumaat berikutnya, dibacanya surah berkenaan, lalu apabila sampai pada ayat Sajadah dia berkata: Wahai manusia, sebenarnya kita tidak diperintahkan (diwajibkan) sujud tilawah/sujud sajadah. Tetapi barang siapa bersujud, dia telah melakukan yang benar. Dan barang siapa yang tidak melakukannya, maka dia tidak mendapat dosa.
[HR. Bukhari dan Muslim] 

Ayat-ayat sajadah dalam Alquran antara lain : 
  • Surah Al-A’Raaf: 206,
  • Surah Ar-Ra’d: 15,
  • Surah Al-Nahl: 50,
  • Surah Al-Isra’: 109,
  • Surah Maryam: 58,
  • Surah Al-Haj: 18,
  • Surah Al-Haj: 77,
  • Surah Al-Furqan: 60,
  • Surah An-Naml: 26,
  • Surah As-Sajdah: 15,
  • Surah Shaad: 24,
  • Surah Fushshilat: 38,
  • Surah An-Najm: 62,
  • Surah Al-Insyiqaq: 21,
  • Surah Al-’Alaq: 19. 

Adapun bacaan ayat dari surah Shaad ayat 24 menurut Syafi'iyah dan Hanbaliyah tidak termasuk ayat yang dituntut sujud, tetapi ayat itu adalah ayat yang disunatkan untuk sujud syukur. Hal ini dinyatakan dalam hadis Rasulullah swaw., 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: Shaad tidak termasuk dalam tuntut sujud (yaitu ayat 24), sesungguhnya aku telah melihat Rasulullah saw., sujud padanya, lalu baginda bersabda: telah sujud Daud as dalam ayat sebagai taubat kepada Allah swt, manakala kita sujud sebagai tanda syukur kepada Allah
[HR. Bukhari]

Berkaitan dengan rutinitas imam masjid yang melakukan sujud sajadah di setiap subuh jumat, hal ini berdasarkan hadis: 

Dari Abu Hurairah r.a. yang telah memberitahu bahwa: “Rasulullah saw., akan membaca surah Alif Lam Mim dan surah al-Insan pada solat fajar pada hari Jumaat."
[HR. Bukhari].

 Dalam menjelaskan kandungan hadis ini, Ibnu Daqiq al-Aed berpendapat bahwa hadis ini tidaklah bermaksud mesti membaca kedua-dua surah itu secara berterusan. Seorang ulama yang bernama al-Qarafiy di dalam kitabnya, Fawaid al-Muhazzab menjelaskan bahwa: "Sekiranya waktu tidak mengizinkan untuk membaca surah Sajdah maka hendaklah dibaca beberapa ayat yang ada padanya sajadah." 

Setelah meneliti hadis Rasulullah saw., dan pandangan ulama dapatlah disimpulkan bahwa membaca surah Sajadah yaitu Alif Lam Mim dan surah al-Insan adalah sunat muakkad, maksudnya sunat yang dituntut. Maksudnya ibadah ini masih dalam kategori sunat, namun tidak bermaksud boleh ditinggalkan begitu saja. Dalam hal ini imam masjid mestilah memahami keadaan makmum. Rasulullah pernah mengingatkan para imam agar jangan memanjangkan bacaan karena khawatir ada di kalangan makmum yang mempunyai hajat untuk ditunaikan, mungkin juga ada orang tua yang tidak berdaya, termasuklah warga yang ingin ke tempat kerja. 

Semua ini perlu dipertimbangkan agar solat itu sempurna. Janganlah yang sunat itu diperlihatkan seperti wajib, sehingga menggangap kalau tidak baca surah Sajadah, tidak sah solat Subuh pagi Jumaat. Ini sudah bertentangan dengan syariat Rasulullah saw, baginda hanya menunjukkan yang terbaik, ini bermaksud siapa yang ada kemampuan dan ada waktu serta kelapangan lebih baik melakukan yang sempurna, tetapi kalau ada hambatan lakukanlah yang mampu, asalkan yang wajib tidak ditinggalkan. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Semoga bermanfaat untuk kita semua..,
wassalaaamu'alaikum :) 

Posted by alkautsar
No comments | Juni 08, 2013
Assalamu'alaikum warohmatulloohi wabarokatu.

berikut adalah sambungan dari artikel sebelumnya tentang Dalil Shalat dalam Al-Quran dan Hadist Bag. II yaitu dengan judul Dalil Shalat dalam Al-Quran dan Hadist Bag. III.

Pada kesempatan ini penulis tidak menyajikan isi ayat-ayat Al-quran yang sedang dibahas, tetapi dalam tulisan ini hanya akan memetakan ayat-ayat tersebut di dalam Al-Quran. Jadi sebagai pemetaan singkat, penulis memetakan dalil quran tentang :
  • Hukum shalat
    • Kewajiban shalat: 2:110, 2:177, 2:277, 4:103, 4:162, 5:12, 6:72, 6:92, 7:29, 8:3, 9:11, 9:18, 9:71, 13:22, 14:31, 14:37, 14:40, 20:132, 22:78, 24:56, 30:31, 33:33, 58:13
  • Syarat-syarat shalat
    • Menghadap kiblat waktu shalat
      • Pemindahan kiblat: 2:142, 2:143, 2:144
      • Kewajiban menghadap kiblat dan keutamaannya: 2:142, 2:143, 2:144, 2:149, 2:150
      • Shalat yang tidak wajib menghadap kiblat
        • Shalat di tengah berkecamuknya perang: 2:239, 4:102
    • Suci waktu shalat
      • Suci syarat shalat: 5:6
      • Kesucian tubuh orang yang shalat: 4:43
    • Menutup aurat waktu shalat: 7:31
  • Rukun-rukun shalat
    • Membaca Al Quran waktu shalat
      • Bacaan shalat: 73:20
      • Membaca dengan keras waktu shalat: 17:110
    • Rukuk: 2:125, 5:55, 9:112, 22:26, 22:77, 48:29, 77:48
    • Sujud
      • Sujud salah satu rukun shalat: 22:77, 39:9
      • Keutamaan tempat sujud: 48:29
  • Hal yang disunnahkan dalam shalat
    • Khusyuk dalam shalat: 2:45, 23:2
  • Tempat-tempat shalat
    • Tempat yang disunnahkan shalat di atasnya
      • Shalat di dalam mesjid: 7:29, 24:36
      • Keutamaan mesjid Quba': 9:108
    • Masjid-masjid
      • Keutamaan masjid
        • Allah suka kepada masjid: 7:29, 24:36
        • Keutamaan dan pahala membangun masjid: 24:36
        • Mesjid sebagai rumah Allah di bumi: 2:114, 2:187, 9:17, 9:18, 22:40, 72:18
        • Membuat mesjid di atas kuburan: 18:21
      • Etika dalam masjid
        • Bersetubuh saat beri'tikaf dalam masjid: 2:187
        • Membersihkan masjid dan membuatnya harum: 2:125, 22:26, 24:36
        • Sikap masuk masjid: 7:31
      • Yang berhak masuk masjid
        • Hukum orang yang junub masuk dan lewat dalam masjid: 4:43
        • Hukum orang musyrik masuk ke dalam masjid: 9:17, 9:28
  • Waktu-waktu shalat
    • Penentuan waktu shalat: 17:78
    • Keutamaan shalat pada waktunya: 2:238, 7:170, 20:14
    • Waktu Ashar
      • Keutamaan shalat Ashar: 2:238, 20:130, 50:39
    • Waktu Subuh
      • Keutamaaan shalat Subuh: 17:78, 20:130, 50:39, 89:1
  • Azan
    • Disyariatkannya azan: 5:58
    • Waktu azan
      • Adzan Jum'at: 62:9
  • Mengqadha shalat
    • Meninggalkan shalat karena lupa: 38:32, 38:33, 107:4, 107:5
  • Menqashar shalat saat bepergian
    • Disyariatkannya shalat qashar: 4:101
  • Shalat Jum'at
    • Keutamaan hari Jum'at
      • Keutamaan shalat Jum'at: 62:9, 85:3
    • Hukum shalat Jum'at
      • Kewajiban shalat Jum'at: 62:9
      • Orang yang tidak diwajibkan shalat Jum'at
        • Terlambat shalat Jum'at
          • Meninggalkan shalat Jum'at karena sakit: 48:17
    • Khutbah Jum'at
      • Mendengarkan khutbah Jum'at: 62:11
    • Etika hari Jum'at
      • Jual beli pada hari Jum'at: 62:9, 62:10, 62:11
  • Shalat sunnah
    • Disyari'atkannya shalat sunnah dan keutamaannya
    • Shalat malam (tahajjud)
      • Hukum shalat malam: 11:114, 25:64, 26:219
      • Keutamaan shalat malam: 11:114, 17:79, 50:40, 73:2, 73:20, 76:26
      • Waktu shalat malam: 3:113, 17:79, 25:64, 26:218, 32:16, 39:9, 50:40, 51:17, 73:6
      • Ukuran bacaan pada shalat malam: 20:130, 73:3
      • Etika shalat malam: 73:20
        • Meninggalkan kesulitan dalam shalat malam: 2:286, 73:20
  • Shalat Khauf (waktu perang)
    • Sifat shalat khauf: 4:102
    • Disyari'atkannya shalat khauf: 2:239, 4:102
    • Menqashar shalat khauf: 4:102
    • Shalat ketika berkecamuknya perang: 2:239
  • Shalat 'Ied (hari raya)
    • Sunnat-sunnat shalat 'Ied
      • Menyembelih kurban setelah shalat 'Ied: 108:2
  • Sujud tilawah
    • Ayat-ayat sujud tilawah: 13:15, 16:49, 17:107, 19:58, 22:18, 22:77, 25:60, 27:25, 32:15, 38:24, 41:37, 53:62, 84:21, 96:19
Catatan :
Cara pembacaan ayat misalnya 13:15 artinya Quran Surah ke-13 ( Ar-Ra'ad ) ayat ke-15

Bersambung ke Dalil Shalat dalam Al-Quran dan Hadist Bag. IV tentang Hadist.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.
Wassalaamu'alaikum :)