INFORMASI

Marhaban Bikumul_Kautsar
Tampilkan postingan dengan label Fiqih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiqih. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 08 Juni 2013

Posted by alkautsar
1 comment | Juni 08, 2013
Assalamu'alaikum warohmatulloohi wabarokatu,
Semoga saudara-saudaraku sekalian dalam keadaan sehat dan baik hatinya, teguh imannya dan baik budinya...,

Dalam kesempatan ini penulis akan mengangkat sebuah rubrik atau fenomena yang sangat banyak ditanyakan oleh kita. Ialah tentang Hukum Mengaqiqahkan Diri Sendiri. Sebelumnya mari kita perhatikan hadist Rasulullah berikut :

Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : “Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.” 
[HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad]

Akikah (bahasa Arab: عقيقة, transliterasi: Aqiqah yang berarti memutus dan melubangi, dan ada yang mengatakan bahwa akikah adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong, dan dikatakan juga bahwa akikah merupakan rambut yang dibawa si bayi ketika lahir.Adapun maknanya secara syari’at adalah hewan yang disembelih untuk menebus bayi yang dilahirkan.

Secara umum pelaksanaan aqiqah dibebankan kepada ayah dari anak yang baru dilahirkan. Secara hukum aqiqah adalah sunnah muakkad sebagaimana hadist tersebut di atas.

Kembali kepada masalah yang kita bahas kali ini, dari uraian di atas, bagaimana sebenarnya Hukum Mengaqiqahkan Diri Sendiri menurut acuan Al-Quran dan Hadist?
Alhamdulillah dengan cukup melibatkan beberapa pendapat para ulama yang diangkat dalam dialaog tanya jawab antara jamaah, penulis mendapatkan catatan dari narasumber (Ustadz Dr. Fuji Rahmadi P, Ma) yang mengkin bisa menjadi pertimbangan dan pandangan untuk kita dalam masalah Hukum Mengaqiqahkan Diri Sendiri. Mari kita baca dan pahami dialog berikut :

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum ustadz,... saya ingin bertanya tentang hukum orang akikah untuk dirinya sendiri... mohon penjelasan ustadz beserta dengan dalil-dalilnya dari Alquran dan Hadis... terima kasih ustadz sebelumnya. Dari Rizqi di Tebing Tinggi.

Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan saudari yang cukup umum dan terjadi di masyarakat. Untuk menjawab pertanyaan saudari, berikut saya uraikan beberapa hal antara lain:

Pertama, akikah hukumnya sunah muakkad (ditekankan) menurut pendapat yang lebih kuat. Dan yang mendapatkan perintah adalah bapak. Karena itu, tidak wajib bagi ibunya atau anak yang diakikahi untuk menunaikannya. Jika Akikah belum ditunaikan, sunah akikah tidak gugur, meskipun si anak sudah baligh. Apabila seorang bapak sudah mampu untuk melaksanakan akikah, maka dia dianjurkan untuk memberikan akikah bagi anaknya yang belum diakikahi tersebut.

Kedua, jika ada anak yang belum diakikahi bapaknya, apakah si anak dibolehkan untuk mengakikahi diri sendiri? Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang lebih kuat, dia dianjurkan untuk melakukan akikah. Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika dia belum diakikahi sama sekali, kemudian baligh dan telah bekerja, maka dia tidak wajib untuk mengakikahi dirinya sendiri. 

Imam Ahmad ditanya tentang masalah ini, ia menjawab, “Itu adalah kewajiban orang tua, artinya tidak wajib mengakikahi diri sendiri. Karena yang lebih sesuai sunah adalah dibebankan kepada orang lain (bapak). Sementara Imam Atha dan Hasan Al-Bashri mengatakan, “Dia boleh mengakikahi diri sendiri, karena akikah itu dianjurkan baginya, dan dia tergadaikan dengan akikahnya. Karena itu, dia dianjurkan untuk membebaskan dirinya.” Sementara menurut pendapat kami, akikah disyariatkan untuk dilakukan bapak. Oleh karena itu, orang lain tidak perlu menggantikannya….” (Al-Mughni, 9:364)

Ibnul Qayim mengatakan, “Bab, hukum untuk orang yang belum diakikahi bapaknya, apakah dia boleh mengakikahi diri sendiri setelah balig?” Al-Khalal mengatakan, “Anjuran bagi orang yang belum diakikahi di waktu kecil, agar mengakikahi diri sendiri setelah dewasa.” Kemudian ia menyebutkan kumpulan tanya jawab dengan Imam Ahmad dari Ismail bin Sa’id Al-Syalinji, ia mengatakan, “Saya bertanya kepada Ahmad tentang orang yang diberi tahu bapaknya bahwa dia belum diakikahi. Bolehkah mengakikahi diri sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Itu adalah kewajiban bapak.” 

Dalam kitab Al-Masail karya Al-Maimuni, ia bertanya kepada Imam Ahmad, “Jika orang belum diakikahi, apakah boleh dia akikah untuk diri sendiri ketika dewasa?” Kemudian ia menyebutkan riwayat akikah untuk orang dewasa dan ia dhaifkan. Saya melihat bahwasanya Imam Ahmad menganggap baik, jika belum diakikahi waktu kecil agar melakukan akikah setelah dewasa. Imam Ahmad mengatakan, “Jika ada orang yang melaksanakannya, saya tidak membencinya.”

Abdul Malik pernah bertanya kepada Imam Ahmad, “Bolehkah dia berakikah ketika dewasa?” Ia menjawab, “Saya belum pernah mendengar hadis tentang akikah ketika dewasa sama sekali.” Abdul Malik bertanya lagi, “Dulu bapaknya tidak punya, kemudian setelah kaya, dia tidak ingin membiarkan anaknya sampai dia akikahi?” Imam Ahmad menjawab, “Saya tidak tahu. Saya belum mendengar hadis tentang akikah ketika dewasa sama sekali.” kemudian Imam Ahmad mengatakan, “Siapa yang melakukannya maka itu baik, dan ada sebagian ulama yang mewajibkannya.” (Tuhfatul maudud, Hal. 87 – 88)

Setelah membawakan keterangan di atas, Syekh Abdul Aziz menjelaskan, “Pendapat pertama yang lebih utama, yaitu dianjurkan untuk melakukan akikah untuk diri sendiri. Karena akikah sunah yang sangat ditekankan. Bilamana orang tua anak tidak melaksanakannya, disyariatkan untuk melaksanakan akikah tersebut jika telah mampu. Ini berdasarkan keumuman banyak hadis, diantaranya, sabda Nabi saw: “Setiap anak tergadaikan dengan akikahnya, disembelih pada hari ketujuh, dicukur, dan diberi nama.” Diriwayatkan Imam Ahamd, Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibn Majah, dari Samurah bin Jundub ra., dengan sanad yang shahih.

Termasuk juga hadis Ummu Kurzin, bahwa Nabi saw., memerintahkan untuk memberikan akikah bagi anak laki-laki dua kambing dan anak perempuan dengan satu kambing. Hadis ini diriwayatkan Imam Ahamd, Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibn Majah. Demikian pula Tirmudzi meriwayatkan yang semisal dari Aisyah. Dan ini tidak hanya ditujukan kepada bapak, sehingga mencakup anak, ibu, atau yang lainnya, yang masih kerabat bayi tersebut.”

Jika diteliti keterangan di atas, maka terjadi perbedaan pendapat. Namun dalam hal ini saya lebih cenderung untuk mengamalkan pendapat yang disampaikan oleh Imam Ahmad yang pada intinya menyatakan bahwa akikah untuk diri sendiri tidak memiliki dasar yang jelas secara tekstual dalam Alquran dan Hadis. Oleh karena itu, kewajiban akikah memang ditangan orangtua khususnya bapak, bukan anak. 
Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Semoga bermanfaat untuk kita semua.
Wassalaamu'alaikum :)

Posted by alkautsar
No comments | Juni 08, 2013
Bismillaahirrohmaanirrohiim....
Assalamu'alaikum warohmatulloohi wabarokaatu...

Shalat berjamaah...., adalah hal yang sangat dianjurkan kepada setiap muslim terutama laki-laki (muslimin). Tapi ini merupakan hal yang sering terlupakan oleh banyak dari kita kaum muslim. Mungkin menganggap shalat berjamaan adalah suatu perbuatan yang membuang waktu, membosankkan atau mungkin ummat muslim kebanyakan hanya menunaikan shalat kerna takut akan dosa saja, hanya sekedar melaksanakan kewajiban, tidak lagi sesuai dengan niat yang ia niatkan dalam tiap shalatnya "Lillaahi Ta'ala", karena Allah Ta'ala. Atau mungkin juga telah terlepas atau tak mengindahkan perintah Allah dalam Quran:
bismillahirrohmaanirrohiim

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” 
[QS. Al-Baqarah: 43]

Sungguh shalat berjamaah adalah hal yang sangat diperintahkan Allah , bahkan Allah memerintahkan shalat berjamaah walau dalam keadaan perang sebagaimana firmanNya :
bismillah,

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata”. 
[QS. An-Nisa`:102]

Dalam sebuah hadist :


Tidaklah ada tiga orang dalam satu perkampungan atau pedalaman tidak ditegakkan pada mereka shalat kecuali Syeithon akan menguasainya. Berjamaahlah kalian, karena srigala hanya memangsa kambing yang sendirian”
[H.R Abu Dawud]


Sungguh sangat ironis jika kita sebagai ummat muslim mengabaikan perintah shalat berjamaah. Sangat tidak pantas jika seorang muslim merasa dirugikan waktunya dengan shalat berjamaah. Bukankah kita manusia hanya sekedar hambaNya? Apakah hal sesungguhnya yang menyebabkan seorang muslim enggan mengerjakannya? Dalam sebuah Hadist Rasulullah SAW bersabda :

“Shalat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga shalat didirikan, kemudian kusuruh seseorang mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri shalat, lantas aku bakar rumah-rumah mereka.” 
[HR. Al-Bukhari no. 141 dan Muslim no. 651]

Secara umum menurut penulis ada beberapa alasan mengapa seorang muslim mengabaikan perintah shalat berjamaan :
  1. Enggan karena shalat berjamaah cenderung memerlukan waktu yang lama. Banyak di antara kita melaksanakan shalat bak latihan silat, dengan cepatnya tanpa memerhatikan tumakninah dan kekhusukan shalatnya.
  2. Merasa cukup dengan hanya mendirikan shalat ( sendirian ), "setidaknya masih Shalat". Artinya telah dibuat suatu standar amal yang minimalis.
  3. Niat, niat mungkin telah berubah, shalat bukan lagi karena Allah, tapi kerena Takut dengan dosa semata.
  4. Capek..., alasan yang sering diutarakan orang-orang jika ditanya tentang alasannya tidak shalat berjamaah,, bahkan bahayanya sampai tidak melaksanakan shalat karena capek dengan urusan dunianya.
  5. Khusus laki-laki yang diwajibkan shalat berjamaah di Masjid..., mungkin ada rasa sombong di dalam hatinya, enggan menjalin silaturrahmi dengan orang-orang di sekitarnya. dan lain-lain, wallahu a'lam.
Bukankah alasan-alasan di atas sangat bertentangan dengan firman Allah dalam Al-Quran :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. [QS.Adz Dzariyaat :56]
Na'udzubillahimin dzalik.

Saudaraku.., coba bercermin kepada hati kita masing-masing, siapa kah diri kita? Bukankah kita hanya seorang hamba yang tiap detik mengecap nikmat dari Zat yang kita secara tidak langsung atau langsung sombong kepadaNya? Jangan sekali-sekali buat perhitungan amalmu dan membuat standar, beramal tiada memiliki standar. Beramallah semaksimal mungkin selagi waktu masih diberikan kkeppada kita.
Perkara shalat berjamaah, janganlah pandang dari sisi susah atau keinginan nafsu kita saja. Bukankah shalat berjamaah memiliki banyak keutamaan atau ganjaran pahala bagi orang-orang yang mengerjakannya?

Dari Abu Hurairah : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ
“Shalat seorang laki-laki dengan berjama’ah dibanding shalatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjama’ah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka Malaikat akan turun untuk mendo’akannya selama dia masih berada di tempat shalatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti pelaksanaan shalat.” 
[HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 649]
Dari Abu Musa dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى فَأَبْعَدُهُمْ وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الَّذِي يُصَلِّيهَا ثُمَّ يَنَامُ
“Manusia paling besar pahalanya dalam shalat adalah yang paling jauh perjalannya, lalu yang selanjutnya. Dan seseorang yang menunggu shalat hingga melakukannya bersama imam, lebih besar pahalanya daripada yang melakukannya (sendirian) kemudian tidur.” 
[HR. Muslim no. 662]
Dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma-, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian.”
[HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 650]

Kiranya ktulisan ini dapat menggugah hati kita, memerangi nafsu kita serta menjadi pelajaran yang berguna bagi kita.
Dari Abu Bakar RA, “Wahai Nabi Saw, siapakah manusia yang paling baik?”. Beliau Bersabda, “Orang yang panjang umur dan baik amalnya”. Ia bertanya lagi, “siapakah manusia yang jelek?”, Nabi menjawab, “Orang yang panjang umur lagi buruk amal nya”. 
[HR Ahmad dan At-Tirmidzi]

Wassalamu'alaikum warohmatulloohi wabarokaatu. :)

Posted by alkautsar
No comments | Juni 08, 2013
Assalaamu'alikum warohmatulloohi wabarokatu.....,

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyajikan suatu hal yang mungkin jarang kita laksanakan atau bahkan kita belum tahu tentang perkara tersebut. Ialah dia adalah Sujud Sajadah. Tulisan ini dikutip dari catatan Abangandan Dr. Fuji Rahmadi, MA dalam suatu kesempatan ceramah yang  membahas Rubrik Hukum Islam Tentang Sujud Sajadah yang disajikan dalam bentuk tanya jawab.


Pertanyaan:
            Assalamu’alaikum ustadz... Saya ingin bertanya tentang hukum sujud sajadah, bacaan, dan tatacara melakukannya dalam aturan fikih. Mohon agar ustadz bisa menjelaskannya secara rinci dan jelas. Terima kasih ustadz. Dari: Bu Erniati Medan

Jawaban:

Sujud sajadah atau sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan setelah membaca salah satu ayat-ayat sajadah dalam Aquran ketika sholat ataupun di luar sholat. Orang yang mendengar juga dituntut sujud apabila mendengar ayat sajadah. Ini bermaksud, orang yang dituntut sujud ialah orang yang membaca ayat sajadah dalam sholat, orang yang membacanya di luar sholat, orang yang mendengar tidak dalam sholat dan tidak membaca. Ketiga-tiga keadaan ini dituntut sujud tilawah.

Jika seseorang itu membaca Alquran bersendirian dan sampai pada ayat sajadah hendaklah dia sujud. Manakala jika seorang imam membaca ayat sajadah lalu apabila sampai pada ayat sajadah dia pun sujud, maka wajib bagi makmum mengikut imam dalam sujud.

Dalam tertib sujud disunatkan bertakbir sebelum sujud dengan tidak mengangkat kedua tangan dan hendaklah memelihara adab ketika sujud seperti mana sujud dalam sholat. Bacaan yang disunatkan dalam sujud sajadah ialah 

Allahumma laka sajdtu wa bika aamantu, wa laka aslamtu, sajada wajhiya lilladzi khalaqahu wa sawwarahu, wa syaqqa sam'ahu wa basharahu wa quwwatihi, fa tabarakallahu ahsana al-Khaliqin 

Artinya : 

(Wahai Tuhan, kepada-Mu jualah aku sujud, dengan-Mu jualah aku beriman dan kepada-Mu lah aku berserah, telah sujud wajahku kepada yang telah menciptanya, yang telah memberi rupa baginya dan telah memberi pendengaran dan penglihatan dengan kehendak-Nya dan dengan kekuatan-Nya, Tuhan yang penuh limpah keberkatan-Nya telah menjadikan manusia dengan sebaik-baik kejadian). 



Setelah itu, takbir kembali untuk bangkit dari sujud

Adapun syarat sujud bagi mereka yang di luar sholat adalah:
  1.  Suci dari hadas kecil dan hadas besar; 
  2. Menutup aurat; 
  3. Berniat untuk sujud sajadah;
  4. Menghadap kiblat; 
  5. Takbiratul ihram dan takbir bagi sujud;
  6. Memberi salam. 

Sekiranya terdapat halangan yang menyebabkan seseorang itu tidak dapat sujud, seperti berhadas kecil, dalam kenderaan atau mendengarnya dari corong masjid, maka diharuskan mengucapkan: Subhanallahi walhamdulillahi, wa laa Ilaha illahi, wallahu akbar. 

Dalil tentang sujud sajadah sebagian besar adalah hadis Nabi saw., diantaranya: \

Dari Abu Hurairah r.a. katanya, Rasulullah saw., telah bersabda; Apabila anak Adam membaca ayat Sajadah, lalu dia sujud; maka syaitan jatuh sambil menangis. Katanya, "kecelakaan ke atas aku! Anak Adam disuruh sujud, maka dia sujud, lalu mendapat syurga. Aku disuruh sujud, tetapi aku menolak maka untukku neraka.
[HR. Bukhari dan Muslim] 

Ibnu Umar meriwayatkan; Bahwa Nabi saw., pernah membaca Alquran. Lalu beliau membaca sebuah surah yang ada ayat sajadahnya. Beliau lantas sujud dan kami juga sujud mengikuti beliau sampai-sampai beberapa di antara kami tidak mendapatkan tempat sujud bagi keningnya (karena banyaknya sahabat yang hadir). 
[HR. Muslim]

Menurut mazhab Al-Syafi’iyyah, hukum sujud sajadah adalah sunat muakkad, atau sunat yang amat digalakkan. Sementara mazhab Al-Hanafiyyah mewajibkan sujud sajadah. Ini didasarkan pada hadis dari Umar ra.,: 

Pada suatu hari Jumat, dia (Rasulullah) membaca surah al-Nahl di atas mimbar, maka ketika sampai pada ayat Sajadah, dia lalu turun dan sujud. Dan para hadirin juga turut melakukan sujud. Pada hari Jumaat berikutnya, dibacanya surah berkenaan, lalu apabila sampai pada ayat Sajadah dia berkata: Wahai manusia, sebenarnya kita tidak diperintahkan (diwajibkan) sujud tilawah/sujud sajadah. Tetapi barang siapa bersujud, dia telah melakukan yang benar. Dan barang siapa yang tidak melakukannya, maka dia tidak mendapat dosa.
[HR. Bukhari dan Muslim] 

Ayat-ayat sajadah dalam Alquran antara lain : 
  • Surah Al-A’Raaf: 206,
  • Surah Ar-Ra’d: 15,
  • Surah Al-Nahl: 50,
  • Surah Al-Isra’: 109,
  • Surah Maryam: 58,
  • Surah Al-Haj: 18,
  • Surah Al-Haj: 77,
  • Surah Al-Furqan: 60,
  • Surah An-Naml: 26,
  • Surah As-Sajdah: 15,
  • Surah Shaad: 24,
  • Surah Fushshilat: 38,
  • Surah An-Najm: 62,
  • Surah Al-Insyiqaq: 21,
  • Surah Al-’Alaq: 19. 

Adapun bacaan ayat dari surah Shaad ayat 24 menurut Syafi'iyah dan Hanbaliyah tidak termasuk ayat yang dituntut sujud, tetapi ayat itu adalah ayat yang disunatkan untuk sujud syukur. Hal ini dinyatakan dalam hadis Rasulullah swaw., 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: Shaad tidak termasuk dalam tuntut sujud (yaitu ayat 24), sesungguhnya aku telah melihat Rasulullah saw., sujud padanya, lalu baginda bersabda: telah sujud Daud as dalam ayat sebagai taubat kepada Allah swt, manakala kita sujud sebagai tanda syukur kepada Allah
[HR. Bukhari]

Berkaitan dengan rutinitas imam masjid yang melakukan sujud sajadah di setiap subuh jumat, hal ini berdasarkan hadis: 

Dari Abu Hurairah r.a. yang telah memberitahu bahwa: “Rasulullah saw., akan membaca surah Alif Lam Mim dan surah al-Insan pada solat fajar pada hari Jumaat."
[HR. Bukhari].

 Dalam menjelaskan kandungan hadis ini, Ibnu Daqiq al-Aed berpendapat bahwa hadis ini tidaklah bermaksud mesti membaca kedua-dua surah itu secara berterusan. Seorang ulama yang bernama al-Qarafiy di dalam kitabnya, Fawaid al-Muhazzab menjelaskan bahwa: "Sekiranya waktu tidak mengizinkan untuk membaca surah Sajdah maka hendaklah dibaca beberapa ayat yang ada padanya sajadah." 

Setelah meneliti hadis Rasulullah saw., dan pandangan ulama dapatlah disimpulkan bahwa membaca surah Sajadah yaitu Alif Lam Mim dan surah al-Insan adalah sunat muakkad, maksudnya sunat yang dituntut. Maksudnya ibadah ini masih dalam kategori sunat, namun tidak bermaksud boleh ditinggalkan begitu saja. Dalam hal ini imam masjid mestilah memahami keadaan makmum. Rasulullah pernah mengingatkan para imam agar jangan memanjangkan bacaan karena khawatir ada di kalangan makmum yang mempunyai hajat untuk ditunaikan, mungkin juga ada orang tua yang tidak berdaya, termasuklah warga yang ingin ke tempat kerja. 

Semua ini perlu dipertimbangkan agar solat itu sempurna. Janganlah yang sunat itu diperlihatkan seperti wajib, sehingga menggangap kalau tidak baca surah Sajadah, tidak sah solat Subuh pagi Jumaat. Ini sudah bertentangan dengan syariat Rasulullah saw, baginda hanya menunjukkan yang terbaik, ini bermaksud siapa yang ada kemampuan dan ada waktu serta kelapangan lebih baik melakukan yang sempurna, tetapi kalau ada hambatan lakukanlah yang mampu, asalkan yang wajib tidak ditinggalkan. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Semoga bermanfaat untuk kita semua..,
wassalaaamu'alaikum :) 

Posted by alkautsar
No comments | Juni 08, 2013
Assalamu'alaikum warohmatulloohi wabarokatu.

berikut adalah sambungan dari artikel sebelumnya tentang Dalil Shalat dalam Al-Quran dan Hadist Bag. II yaitu dengan judul Dalil Shalat dalam Al-Quran dan Hadist Bag. III.

Pada kesempatan ini penulis tidak menyajikan isi ayat-ayat Al-quran yang sedang dibahas, tetapi dalam tulisan ini hanya akan memetakan ayat-ayat tersebut di dalam Al-Quran. Jadi sebagai pemetaan singkat, penulis memetakan dalil quran tentang :
  • Hukum shalat
    • Kewajiban shalat: 2:110, 2:177, 2:277, 4:103, 4:162, 5:12, 6:72, 6:92, 7:29, 8:3, 9:11, 9:18, 9:71, 13:22, 14:31, 14:37, 14:40, 20:132, 22:78, 24:56, 30:31, 33:33, 58:13
  • Syarat-syarat shalat
    • Menghadap kiblat waktu shalat
      • Pemindahan kiblat: 2:142, 2:143, 2:144
      • Kewajiban menghadap kiblat dan keutamaannya: 2:142, 2:143, 2:144, 2:149, 2:150
      • Shalat yang tidak wajib menghadap kiblat
        • Shalat di tengah berkecamuknya perang: 2:239, 4:102
    • Suci waktu shalat
      • Suci syarat shalat: 5:6
      • Kesucian tubuh orang yang shalat: 4:43
    • Menutup aurat waktu shalat: 7:31
  • Rukun-rukun shalat
    • Membaca Al Quran waktu shalat
      • Bacaan shalat: 73:20
      • Membaca dengan keras waktu shalat: 17:110
    • Rukuk: 2:125, 5:55, 9:112, 22:26, 22:77, 48:29, 77:48
    • Sujud
      • Sujud salah satu rukun shalat: 22:77, 39:9
      • Keutamaan tempat sujud: 48:29
  • Hal yang disunnahkan dalam shalat
    • Khusyuk dalam shalat: 2:45, 23:2
  • Tempat-tempat shalat
    • Tempat yang disunnahkan shalat di atasnya
      • Shalat di dalam mesjid: 7:29, 24:36
      • Keutamaan mesjid Quba': 9:108
    • Masjid-masjid
      • Keutamaan masjid
        • Allah suka kepada masjid: 7:29, 24:36
        • Keutamaan dan pahala membangun masjid: 24:36
        • Mesjid sebagai rumah Allah di bumi: 2:114, 2:187, 9:17, 9:18, 22:40, 72:18
        • Membuat mesjid di atas kuburan: 18:21
      • Etika dalam masjid
        • Bersetubuh saat beri'tikaf dalam masjid: 2:187
        • Membersihkan masjid dan membuatnya harum: 2:125, 22:26, 24:36
        • Sikap masuk masjid: 7:31
      • Yang berhak masuk masjid
        • Hukum orang yang junub masuk dan lewat dalam masjid: 4:43
        • Hukum orang musyrik masuk ke dalam masjid: 9:17, 9:28
  • Waktu-waktu shalat
    • Penentuan waktu shalat: 17:78
    • Keutamaan shalat pada waktunya: 2:238, 7:170, 20:14
    • Waktu Ashar
      • Keutamaan shalat Ashar: 2:238, 20:130, 50:39
    • Waktu Subuh
      • Keutamaaan shalat Subuh: 17:78, 20:130, 50:39, 89:1
  • Azan
    • Disyariatkannya azan: 5:58
    • Waktu azan
      • Adzan Jum'at: 62:9
  • Mengqadha shalat
    • Meninggalkan shalat karena lupa: 38:32, 38:33, 107:4, 107:5
  • Menqashar shalat saat bepergian
    • Disyariatkannya shalat qashar: 4:101
  • Shalat Jum'at
    • Keutamaan hari Jum'at
      • Keutamaan shalat Jum'at: 62:9, 85:3
    • Hukum shalat Jum'at
      • Kewajiban shalat Jum'at: 62:9
      • Orang yang tidak diwajibkan shalat Jum'at
        • Terlambat shalat Jum'at
          • Meninggalkan shalat Jum'at karena sakit: 48:17
    • Khutbah Jum'at
      • Mendengarkan khutbah Jum'at: 62:11
    • Etika hari Jum'at
      • Jual beli pada hari Jum'at: 62:9, 62:10, 62:11
  • Shalat sunnah
    • Disyari'atkannya shalat sunnah dan keutamaannya
    • Shalat malam (tahajjud)
      • Hukum shalat malam: 11:114, 25:64, 26:219
      • Keutamaan shalat malam: 11:114, 17:79, 50:40, 73:2, 73:20, 76:26
      • Waktu shalat malam: 3:113, 17:79, 25:64, 26:218, 32:16, 39:9, 50:40, 51:17, 73:6
      • Ukuran bacaan pada shalat malam: 20:130, 73:3
      • Etika shalat malam: 73:20
        • Meninggalkan kesulitan dalam shalat malam: 2:286, 73:20
  • Shalat Khauf (waktu perang)
    • Sifat shalat khauf: 4:102
    • Disyari'atkannya shalat khauf: 2:239, 4:102
    • Menqashar shalat khauf: 4:102
    • Shalat ketika berkecamuknya perang: 2:239
  • Shalat 'Ied (hari raya)
    • Sunnat-sunnat shalat 'Ied
      • Menyembelih kurban setelah shalat 'Ied: 108:2
  • Sujud tilawah
    • Ayat-ayat sujud tilawah: 13:15, 16:49, 17:107, 19:58, 22:18, 22:77, 25:60, 27:25, 32:15, 38:24, 41:37, 53:62, 84:21, 96:19
Catatan :
Cara pembacaan ayat misalnya 13:15 artinya Quran Surah ke-13 ( Ar-Ra'ad ) ayat ke-15

Bersambung ke Dalil Shalat dalam Al-Quran dan Hadist Bag. IV tentang Hadist.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.
Wassalaamu'alaikum :)

Posted by alkautsar
No comments | Juni 08, 2013
Assalamu'alaikum warohmatulloohi wabarokkaatu.

Sesuai janji penulis pada postingan sebelumnya tentang Dalil Shalat dalam Al-Quran dan Hadist Bag. I , maka pada kesempatan ini penulis akan menyambungkan tulisan tersebut dengan judul Dalil Shalat dalam Al-Quran dan Hadist Bag. II.

Sebelumnya penulis telah akhiri tulisan Dalil Shalat dalam Al-Quran dan Hadist Bag. I sampai bagian Al-Quran nomor 2, Tentang Shalat salah satu rukun Islam. Berikut lanjutannya :) .

3. Tentang Pahala Menjaga Shalat :

Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.
[ Q.S Al An'aam 6 : 92]

Dan orang-orang yang berpegang teguh dengan Al Kitab (Taurat) serta mendirikan shalat, (akan diberi pahala) karena sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengadakan perbaikan.
[Q.S Al A'raaf 7 : 170]

(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.
[Q.S Al Hajj 22 : 35]

dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya, Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.
[Q.S Al Mu'minuun 23:9-11]

laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.(Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya ALlah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.
[Q.S An Nuur 24:37-38]

Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.
[Q.S An Nuur 24:56]

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir,Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.
[Q.S Al Ma´aarij 70 : 19-23]

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.  Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. Dan orang-orang yang memelihara shalat.Mereka itu (kekal) di syurga lagi dimuliakan. 

[Q.S Al Ma´aarij 70 : 32-35]


Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.
[Q.S Al A´laa 87 : 14-15]

4. Buruknya balasan orang yang menyia-nyiakan shalat :

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.
[Q.S Maryam 19 :59]

tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, 
[Q.S Al Muddatstsir 74 : 44]

Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al Quran) dan tidak mau mengerjakan shalat,  tetapi ia mendustakan (Rasul) dam berpaling (dari kebenaran),kemudian ia pergi kepada ahlinya dengan berlagak (sombong). Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu
[Q.S Al Qiyaamah 75 : 31-35]

5. Tentang Shalat batas antara muslim dan kafir :

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
[Q.S  Al Baqarah 2 : 143]

Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.
[Q.S At Taubah 9 : 5]

Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. 
[Q.S At Taubah 9 : 11]

Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Rukuklah, niscaya mereka tidak mau ruku'.
[Q.S Al Mursalaat 77 : 47]

5. Shalat sebagai pendekatan diri kepada Allah :

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',
[Q.S Al-Baqoroh 2 : 45]

Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan,maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat),dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). 
[Q.S Al Hijr 15 : 97-99]

dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
[Q.S Maryam 19 :31]

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
[Q.S Thaahaa 20 :14]

Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah, 
[Q.S Al Anbiyaa' 21 : 73]

Dan bertawakkallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang),dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. 
[Q.S Asy Syu'araa' 26 : 217-219]

6. Tentang Shalat membentuk akhlak manusia :

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
[Q.S Al 'Ankabuut 29 : 45]

Bersambung ke bagian Dalil Shalat dalam Al-Quran dan Hadist Bag. III

Semoga bermanfaat.
wassalaamu'alaikum warohmatulloohi wabarokaatu.

Posted by alkautsar
No comments | Juni 08, 2013
Assalamu'alaikum...,
Smoga keselamatan atasmu saudara-saudaraku seiman.

Bismillahirrohmanirrohiim,

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
[Q.S Ar-Rum 30 : 21]

Demikian ayat Alllah dalam Al-Quran yang merupakan suatu tanda-tanda kekuasaannya dan sifat Rahman dan Rahiimnya. Sebagai makhluk hidup yang diberikan hasrat dan pikiran, tentunya Allah Mengetahui qodrat dari hambaNya. Semua Allah jadikan berpasangan. Bukan hanya dengan manusia, dari benda bahkan sifat Allah buat berpasangan. Yang tinggi berpasangan dengan yang rendah. Yang besar berpasangan dengan yang kecil. Maha Suci Allah..., karena perbedaan itu bisa saling melengkapi di antara sesamanya.

Allah menjadikan kita manusia dengan perbedaan jenis kelamin. Ada laki-laki dan perempuan yang memang diciptakan untuk berpasangan. Untuk saling melengkapi, berkasih sayang dan beribadah untuk menggapai ridho Ilahi. Akan tetapi semua itu bukanlah hal yang hanya didasrkan oleh kehendak nafsu sajja, melainkan ada aturan atau ketentuan yang menjadi tata tertibnya sehingga hubungan itu suci, halal dan tidak menyalahi agama. Artinya di antara laki-laki dan perempuan yang akan hidup bersama harus ada suatu ikatan yyang menyatukan mereka sebagai pasangan yang syah sebagai suami isteri. Tapi bagaimana jika seandainya itu terjadi sebelum atau dengan tiada ikatan yang sah?

Dalam hal ini penulis akan mengangkat hal yang sangat banyak di antara kita yang tidak mengangap ini sebagai etika dan aturan. Iyalah foto sebelum nikah ( foto pra-wedding). Foto sebelum nikah atau sering disebut dengan istilah kerennya Foto Pra-wedding..., sudah bukan hal yang asing kita lihat. Sewaktu kita menghadiri undangan-undangan pernikahan, jarang foto-foto itu gak kita lihat. Karna entah dasar apa atau motivasi apa, untuk masa sekarang ini foto-foto itu bahkan dah menjadi salah satu syarat syah nya acara. Dengan bangganya memajangkan foto-foto mesra yang belum pada Haknya...,
Ya, namanya berfoto sebelum nikah, artinya berfoto dan bermesraan dengan orang yang bukan MAHRAM-nya.

Berikut ini adalah sebuah sesi tanya jawab yang penulis kutip waktu menghadiri majlis taqlim yang diisi oleh Ustadz Dr. Fuji Rahmadi,MA seorang ustadz dan dosen di perguruan tinggi agama islam IAINSU.
Mari kita baca hayati bersama.

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum ustadz yang dirahmati Allah. Saya ingin bertanya sekitar tentang undangan pesta perkawinan yang di dalamnya terdapat foto bermesraan atau lebih dikenal dengan foto pre-wedding. Hal ini banyak dipraktekkan oleh ummat Islam, bagaimana hukumnya dalam Islam menurut ustadz,.. mohon penjelasan ustadz, terima kasih….. Azwar – di Medan

Jawaban:

Memang benar pak, kondisi saat ini menunjukkan bahwa banyak pengantin yang memakai jasa foto pre wedding. Di situ pengantin pria dan wanita yang belum akad nikah sudah berpose berdua. Untuk melakukan foto-foto tersebut mereka pun terlihat mesra seperti layaknya suami isteri. Padahal mereka belum sah secara agama. Bagaimana hukumnya?

Sebelum selesai ijab qabul antara ayah kandung pihak pengantin perempuan dan menantu laki-lakinya, hubungan antara kedua insan yang akan menikah itu tetap masih haram. Keharamannya tidak ada bedanya dengan haramnya seorang wanita dengan laki-laki asing (ajnabi) lainnya.

Sebuah persepsi salah yang sering kita jumpai di tengah masyarakat adalah memberikan kelonggaran kepada pasangan yang akan segera menikah untuk berjumpa, bercampur, bergaul dekat bahkan intim. Padahal semua itu masih haram hukumnya dalam pandangan syariat Islam. Namun banyak kita jumpai kesalahan seperti ini di tengah masyarakat.

Selama ijab qabul belum terjadi, keduanya masih diharamkan untuk berduaan, berjalan-jalan, makan berdua atau bentuk lain yang intinya adalah berkhalwat. Sebab yang ketiganya adalah syetan, yang dapat saja menggoda keduanya melakukan hal-hal yang dimurkai Allah swt.

Kepada mereka berdua juga haram untuk terlihat sebagian auratnya, bersentuhan kulit, apalagi melakukan melakukan kencan mesra seperti petting dan sejenisnya. Dan termasuk hal yang seharusnya dihindari adalah melakukan shooting adegan yang menggambarkan bahwa mereka berdua adalah sudah menjadi suami istri, dengan pose-pose yang mendukung ke arah itu. Meski tujuannya untuk dicetak pada kartu undangan pernikahan mereka berdua. Sebab secara hukum, keduanya masih sama-sama orang asing (ajnabi), lantarn belum lagi terjadi ijab kabul.

Kalau pun photo seperti itu harus dibuat, sebaiknya adegan itu diambil setelah adanya akad nikah terlebih dahulu. Dan biasanya, ada jeda waktu tertentu antara acara akad nikah dengan pesta walimah selama beberapa waktu, sehingga masih ada kesempatan untuk mengambil gambar dan mencetaknya pada kartu undangan. Rasanya hanya inilah alternatif yang benar untuk masalah yang satu ini.

Memang saat ini secara teknologi fotografi mungkin saja dibuat foto seperti itu tanpa keduanya dipotret bersamaan. Calon pengantin laki-laki dan calon penganting wanita masing-masing dipotret sendiri-sendiri secara terpisah, lalu kedua hasil foto mereka bisa dipadukan dengan menggunakan software tertentu, sehingga hasilnya seolah-olah mereka difoto bersama.

Namun titik masalahnya bukan hanya saat pengambilan gambar, tetapi harus diperhatikan juga tentang asosiasi orang lain yang melihat hasil rekayasa itu. Paling tidak orang yang mengerti syariah akan bertanya, mengapa keduanya sudah berpose layaknya sepasang suami istri padahal belum lagi resmi menikah?

Barangkali bila foto mereka masing-masing diletakkan pada posisi yang terpisah, akan lebih baik dan lebih selamat dari banyak pertanyaan. Yang penting bahwa tujuan pembuatan foto itu tetap tercapai, namun tanpa menimbulkan masalah atau tanda tanya.

Kita harus lebih arif dan jeli dalam melakukan segala tindakan, terutama hal-hal yang terkait dengan pelanggaran secara syariah. Agar hidup kita barakah dan Allah swt ridha kepada kita. Kalau bukan barakah dan ridha dari Allah swt., apalagi yang kita cari dalam hidup ini.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara mengeluarkan fatwa bahwa foto pre-wedding adalah haram. Prof. Dr. Abdullah Syah, MA. mengatakan bahwa foto pre-wedding yang dimaksud adalah foto mesra calon suami dan calon istri yang dilakukan sebelum akad nikah. Foto pre-wedding diharamkan, karena saat berfoto itu mereka belum memiliki ikatan apa-apa. Itu tidak dibenarkan dalam hukum Islam. Kalau mau memasang foto di dalam undangan, pasang saja foto masing-masing bukan foto mesra.

Kesimpulannya, diharamkan apabila dalam pembuatan foto dilakukan dengan dibarengi adanya ikhtilat atau percampuran laki-laki dan perempuan, bermesraan berduaan dan membuka aurat. Foto pre wedding diharamkan karena dengan 2 pertimbangan, yang pertama yaitu bagi pasangan mempelai dan fotografer yang melakukannya. Untuk mempelai diharamkan apabila dalam pembuatan foto dilakukan dengan dibarengi adanya ikhtilat (percampuran laki-laki dan perempuan), kholwat (berduaan) dan kasyful aurat (membuka aurat). Sementara pekerjaan fotografer pre wedding juga diharamkan karena dianggap menunjukkan sikap rela dengan kemaksiatan.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.
Wassalam.