INFORMASI

Marhaban Bikumul_Kautsar

Rabu, 26 September 2012

Posted by Unknown
No comments | September 26, 2012

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatu.....
Salam untukmu para sahabat Al-Kautsar

Tak terasa bulan dzulhijjah pun kan segera tiba, bulan haji dan berkumpulnya umat muslim dari penjuru dunia dengan satu tujuan yang sama, memnuhi panggilan Ilahi......,
Labbaikallohumma labbaik.........


"Aku datang penuhi panggilanMu..."

Lafaz talbiyyah yang pasti kan menggetarkan hati kita semua.
Smoga Saudara kita yang memeliki rizky untuk menghadapnya tahun ini diberi kesehatan dan kekuatan untuk mejalankan hajinya serta mendapat haji yang mabrur tentunya.
Aminnnn yaa Robbal 'alamin....

Bagi kita yang belum dipanggil Tahun ini..., jgn bersedih hati....,kerna ini adalah bulan yang baik, bulan untuk memupuk persaudaraan kita, bulan berbagi rizky...., dengan berqurban sesuai dengan perintahNya :

Bismillahirrohmanirrohim

Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah!! "
Q.S Al-Kautsar 108 : 2

Maka dari itu, PANITIA QURBAN MESJID AL-KAUTSAR KOMPLEK TATA ALAM ASRI menerima dan menyalurkan hewan qurban dengan harga :


===== sapi             : Rp. 1.250.000,-
===== kambing      : Rp. 1.500.000,-

Bagi kita yang berminat untuk berqurban khususnya warga Komplek Tata Alam Asri dapat menghubungi contact person panitia qurban :

===== Pak. H. Susanto            : 06177802375
===== Bu Hanum                     : 08126078065

Untuk lebih rinci, sahabat Al-Kautsar bisa mengunduh file surat edaran yang qurban pada link berikut :

Alhamdulillah.....
smoga ridho Allah dan rahmatNya senantiasa iringi hari-haru kita
Salam Al-Kautsar
Salaaamun'alaik

Kamis, 13 September 2012

Posted by Unknown
2 comments | September 13, 2012
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,
Assalamu'alaikum sahabat Al-Kautsar
Sebagai ketukan kepada hati setiap Muslim untuk merenungkan dan menjalankan syariat dan perintah Allah sebagai kewajiban seorang Mukmin



مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى
أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ
“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka itu kekal di dalam neraka” (QS At-Taubah: 17).
Pada ayat ini dengan jelas Allah Swt. mengatakan bahwa Dia tidak menerima amal perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, sekalipun secara lahir mereka seperti beribadah kepada Allah yaitu dengan memakmurkan masjid. Sangatlah tidak pantas kalau mereka ini menjadi orang yang memakmurkan masjid. Kenapa? Li anna al-’ibaadata ta’biiru ‘alal ‘aqidah (ibadah merupakan ekspresi daripada aqidah seseorang). Artinya, kalau aqidah seseorang salah, maka segala macam ibadah yang dilakukannya tidak sah dan tidak akan diterima oleh Allah Swt., sekalipun secara fisik ibadahnya kelihatan benar.
Secara zahir boleh saja mereka melakukan ibadah yang sama dengan yang dilakukan oleh kaum Muslimin. Kaum Muslimin bisa membangun, menyumbang dan memakmurkan masjid, orang kafir bisa melakukannya juga. Namun nilai yang mereka lakukan jelas berbeda dengan yang dilakukan oleh kaum Muslimin. Di mana letak perbedaannya? Letak perbedaannya adalah pada kebenaran aqidahnya. Dalam Islam, ‘ibadatun wa ‘aqiidatun musyari’ah (Islam meliputi aqidah dan sekaligus syari’ah). Ini berarti pelaksanaan suatu syari’ah Allah tidak bisa dipisahkan dengan kualitas aqidah yang dimiliki seseorang. Inilah yang menyebabkan apa pun amalan yang dilakukan oleh orang-orang kafir tidak diterima oleh Allah Swt.


Penjelasan Allah pada ayat ini berkenaan dengan orang-orang Ahli Kitab, dimana mereka jelas-jelas orang kafir. Bahkan dari perkataannya pun, mereka jelas-jelas mengatakan bahwa mereka kafir, sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam penggalan yang berbunyi syaahidiina ‘alaa anfisuhim bil kufr (sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir). Seperti apa perkataan bahwa diri mereka kafir? Ketika orang Yahudi ditanya tentang siapa mereka, maka jawaban yang mereka berikan, “Ana Yahuudu (saya Yahudi)”, dan ketika orang Nasrani ditanya dengan pertanyaan yang sama, maka mereka menjawab, “Ana Nasrani (saya Nasrani)”. Jawaban yang mereka berikan ini merupakan bukti bahwa mereka adalah orang yang musyrik. Ini berbeda dengan ketika seorang Muslim ditanya tentang siapa dirinya, tidak pernah jawabannya, “Ana Muhammadiy (Saya penyembah Muhammad)”, akan tetapi jawabannya adalah, “Ana Muslim”.
Ayat ini hendaknya memberikan kepekaan kepada kaum Muslimin, agar mereka tidak mudah tertipu oleh tampilan muka yang dilakukan oleh orang-orang kafir, karena Islam bukan hanya meliputi syari’ah, akan tetapi yang lebih penting adalah kebenaran aqidah. Jangan sampai kaum Muslimin ditipu oleh perilaku orang yang sekedar pernah melaksanakan umrah, tertipu karena seseorang yang pernah melakukan puasa, dan lain sebagainya. Dan orang-orang musyrik seperti yang dijelaskan Allah Swt. tidak pantas menjadi orang yang memakmurkan masjid.
Ayat ini harus renungi lebih mendalam dan kita kaitkan dengan realita kehidupan yang terjadi sekarang, agar kita tidak tertipu oleh orang-orang yang membangun Masjid atau membangun Mushallah, akan tetapi sebenarnya kalau kita perhatikan komentar-komentarnya, atau kebijakan-kebijakannya, semua itu tidak terlepas daripada aqidah kekufuran, seperti orang yang mengatakan, “Islam sudah tidak mampu menjawab problematika zaman”. Atau orang yang mengatakan “Islam hanya sesuai untuk mengatur kehidupan orang Arab saja”. Perkataan seperti ini sebenarnya merupakan sebuah syahadah (kesaksian) bahwa mereka telah jatuh ke dalam kekufuran karena mengingkari Islam sebagai diinullah (ajaran Allah), telah mengingkari Islam sebagai manhajul hayah (sebagai sistem dalam kehidupan). Jadi kalau kita perhatikan dengan seksama, cukup banyak orang yang dari komentar-komentarnya sudah jatuh ke dalam kekufuran dalam arti yang sebenarnya. Namun sayangnya umat Islam masih saja belum menyadari realita ini, karena ucapan-ucapan itu berusaha ditutup-tutupi dengan tampilan-tampilan lahir, seperti membangun masjid, mempunyai pondok pesantren dan lain sebagainya.
Jadi penggalan yang berbunyi syaahidiina ‘alaa anfisuhim bil kufr (sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir) ini penting sekali untuk kita renungi. Jadi mereka sendiri sebenarnya sudah bersaksi bahwa mereka itu kufur, sekalipun tidak mengatakan “Saya kafir…”. Orang-orang Ahli Kitab tidak pernah mengatakan “saya kafir…”. Mereka hanya mengatakan, “Ana Yahudi, Ana Nasrani…”. Dari sini kita bisa analogkan dengan ucapan orang-orang Islam sekarang yang mengatakan, “Saya adalah seorang Nasionalis sejati…”. Atau orang yang mengatakan, “Saya adalah penganut paham Sosialis…”, atau orang yang menganut isme-isme lainnya. Ucapan-ucapan seperti inilah yang dimaksudkan dalam penggalan ayat yang berbunyi syaahidiina ‘alaa anfisuhim bil kufr (sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir).
Dan pemahaman seperti ini hendaknya kita sosialisasikan kepada masyarakat yang pada saat ini banyak yang kurang memahami tentang esensi kekufuran. Banyak diantara ummat Islam yang mengira bahwa yang dinamakan kufur hanya jika seseorang menyembah berhala saja. Padahal jenis-jenis berhala itu berkembang secara dinamis sesuai dengan perubahan dalam kehidupan bermasyarakat. Berhala yang ada pada masa kita sudah pasti berbeda dengan berhala yang disembah orang pada masa Nabi Ibrahim. Berkenaan dengan kehidupan masyarakat yang berlangsung pada masa Nabi Ibrahim, Allah berfirman,
رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Ya Rabbku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ibrahim: 36).
Esensi dari berhala bukan hanya patung yang dibuat dari batu atau kayu saja, akan tetapi apa saja yang menjadi tandingan Allah adalah berhala (andaadan). Hal ini harus kita pahami agar kita tidak tertipu oleh tampilan-tampilan lahir seperti karena megahnya bangunan masjid yang dibangun seseorang, kemudian dengan cepat kita mengatakan bahwa dia seorang Muslim atau seorang tokoh Muslim. Padahal terhadap orang seperti ini, Allah mengatakan, “Ulaa-ika habithath a’maaluhum” (Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya), karena ibadah tanpa didasari dengan aqidah yang benar, tidak akan ada gunanya. Lebur dan hancurlah amal perbuatan yang tanpa didahului dengan aqidah yang benar. Bagi orang seperti ini, tempat mereka adalah “wa fin naarihum khaliduun” (dan mereka itu kekal di dalam neraka). Na’udzubillaimin dzalik.
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS At-Taubah: 18).
Awal ayat ini dimulai dengan kata innama, yang dalam bahasa Arab disebut ‘adatul hasr (alat untuk menyempitkan). Ini berarti bahwa orang-orang yang tidak memiliki sifat sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini, maka dia tidak layak untuk ikut memakmurkan masjid. Pengertian seperti ini sebagaimana ketika Allah Swt. menerangkan kepada kita tentang batasan dari manusia yang disebut dengan ulama. Allah berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Dan demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah Ulama’. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Fathir: 28).
Pada ayat ini Allah mengatakan, “Innamaa yakhsya-Allaha min ‘ibaadihil ulamaa” (Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama). Ini artinya bahwa orang yang tidak takut kepada Allah, bukanlah seorang ulama.
Kita kembali pada ayat yang kita tadabburi. Jadi kaum Muslimin yang mendapatkan legitimasi dari Allah sebagai orang yang berhak untuk memakmurkan masjid adalah yang mempunyai sifat sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini, yaitu:
Pertama, man aamana billaahi wal yaumil aakhiri (orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian). Jadi sifat pertama yang disebutkan sebagai orang yang berhak untuk disebut memakmurkan masjid, dikaitkan dengan masalah aqidah, yaitu orang yang beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhir. Tentang keimanan kepada Allah dan keimanan kepada hari akhir ini merupakan bukti yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain seperti binatang. Binatang hanya mengenal apa-apa yang sifatnya lahiriyah dan keduniawian saja, dan tidak pernah melihat sisi ukhrawi.
Oleh karena itu pantas saja kalau ada binatang yang saling berhubungan dengan yang lainnya tanpa mengindahkan norma, karena memang demikianlah mereka. Akan tetapi kalau ada manusia yang perilakunya seperti binatang, maka derajatnya sama dengan binatang, bahkan lebih rendah lagi. Oleh karena itu Allah berfirman,
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai” (QS. Al-A’raf: 179).
Antara keimanan kepada Allah dengan keimanan kepada hari akhir, sering diredaksikan Al-Qur’an secara berurutan. Kenapa? Karena keimanan kepada kedua hal ini bisa membedakan antara orang yang benar-benar beriman dengan orang-orang yang keimanannya hanyalah dusta. Orang yang keimanannya benar tidak akan menghalakan segala cara dalam berusaha karena ia yakin bahwa Allah Swt. Maha Mengetahui, dan Dia akan memberikan balasan atas seluruh perbuatan manusia pada hari akhir kelak.
Ketika seorang yang keimanannya benar mempunyai suatu obsesi yang berkaitan dengan masalah duniawi, ia akan bertanya dalam hatinya, “Apakah ini akan bisa saya pertanggungjawabkan di akherat kelak?” Ketika seorang Mukmin menjadai seorang dosen, ia tidak akan mempunyai prinsip “Bagi saya, yang penting adalah bahwa apa yang saya sampaikan menarik dan membuat saya tenar”, akan tetapi sebelum ia melakukan apa pun, ia akan bertanya dalam hatinya apakah yang akan disampaikannya bisa ia pertanggungjawabkan di akherat kelak atau tidak. Jadi seorang Mukmin sejati dimensi yang dipergunakannya adalah dimensi ukhrawi, sebelum ia menggunakan dimendi duniawi.
Kedua, wa aqaamash shalaata (serta tetap mendirikan shalat). Jadi sifat kedua yang harus dimiliki oleh orang yang berhak untuk memakmurkan masjid adalah yang bisa tetap mendirikan shalat. Oleh karena itu jangan sampai ada kasus dimana seorang pengurus masjid dipilih dari orang yang sangat jarang shalat di masjid. Dia datang ke masjid kalau ada peringatan hari besar Islam saja, seperti peringatan Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj atau Nuzulul Qur’an, dan setelah peringatan tersebut selesai, maka menghilang lagi. Orang seperti ini tidak patut untuk menjadi pengurus masjid karena ia bukan aktivis masjid. Dan dalam memilih orang untuk menjadi pengurus masjid, sebaiknya kita jangan menghalalkan segala cara.
Kadang-kadang ada sebagian orang yang menunjuk seseorang untuk menjadi ketua pengurus masjid bukan karean dia seorang yang aktif untuk selalu meramaikan masjid dengan shalat berjama’ah dan kegiatan lainnya, akan tetapi dipilah hanya karean dia orang berpangkat atau orang yang terpandang di masyarakat. Kita jangan sampai berbuat seperti ini, karena kalau demikian berarti kita telah menghalalkan segala cara dalam memilih pengurus masjid. Dan cara seperti ini jelas telah menyalahi aturan Allah, karena pada ayat ini Allah Swt. mensyaratkan orang yang berhak memakmurkan masjid adalah orang yang senantiasa menegakan shalat.
Penegasan Allah ini sekaligus memberikan pemahaman kepada kita agar ijtihad kita jangan sampai bertentangan dengan nash yang terdapat dalam Al-Qur’anul Karim. Dalam melaksanakan dakwah, jangan sampai bertentangan dengan fiqhul ahkam. oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang kita ambil dalam dakwah jangan sampai bertentangan dengan ketentuan Allah Swt., baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun yang terdapat dalam sunnah Rasulullah Saw. Bahkan pada ayat ini Allah mengatakan masalah ini dengan kata “innama” (hanyalah). Jadi hanya orang yang mempunyai sifat yang disebut dalam ayat ini sajalah yang berhak untuk memakmurkan masjid.
Dalam Ushul Fiqh ada kaidah yang berbunyi, “Laa ijtihaada fii mauriibin naash” (tidak ada ijtihad ketika bertentangan dengan nash). Artinya, kalau sudah ada ketentuan yang jelas dalam Islam, maka tidak dibenarkan kita untuk berijtihad. Misalnya, sudah jelas nash menerangkan bahwa jumlah rakaat dalam shalat Shubuh hanya dua rakaat. Ketika ada orang yang beralasan bahwa agar manfaat riyadhi (olah raganya) lebih terasa kemudian ia mengerjakan shalat Shubuh empat rakaat, maka tidak sah sehingga tidak akan diterima oleh Allah Swt.
Contoh lain, tidak dibenarkan ijtihad yang berbunyi, “Karena negara kita sedang dilanda krisis, maka kita tidak perlu membayar zakat, tetapi cukup dengan membayat pajak saja, sehingga kas negara cepat terisi sehingga krisis bisa cepat berlalu”. Ijtihad seperti ini sangat dilarang, karena nash-nya telah jelas.
Ketiga, sifat yang harus dimiliki oleh orang yang memakmurkan masjid adalah shalaata wa aataz zakaata (dan yang menunaikan zakat). Memperhatikan masalah zakat ini sangat penting, karena ini menyangkut upaya untuk senantiasa membersihkan diri dari berbagai macam kekotoran hati, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS At-Taubah: 103).
Keempat, walam yakhsya illallaah (dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah). Penggalan ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa seorang aktivis masjid adalah orang yang kehidupannya penuh dengan ‘izzah. Kenapa? Karena ia tidak takut kepada siapa pun kecuali hanya kepada Allah Swt. Seorang aktivis masjid bukanlah orang yang senang merengek-rengek dan meminta-minta, akan tetapi orang yang mempunyai ‘izzah rabbaniyyah, yang mempunyai gengsi rabbani, yang dipenuhi dengan berbagai kemuliaan karena senantiasa berafiliasi dengan aturan-aturan Allah Swt. Oleh karena itu tidak pantas seorang aktivis masjid menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya.
Jadi ada empat sifat yang harus dimiliki oleh orang yang berhak untuk memakmurkan masjid, yaitu beriman kepada Allah, beriman kepada hari akhir, menegakkan shalat, membayar zakat dan orang yang tidak takut selain kepada Allah Swt. Jadi kalau ada orang yang senantiasa meramaikan kegiatan di masjid seperti selalu shalat berjamaah di masjid dan juga meramaikan kegiatan masjid lainnya, maka ia mendapatkan legitimasi dari Allah Swt. bahwa dia memang benar-benar termasuk orang yang beriman.
Adalah mudah bagi setiap manusia untuk mengatakan bahwa dirinya beriman, akan tetapi tidak mudah untuk mendapatkan pembenaran dari Allah Swt. bahwa keimanannya benar. Dan diantara syarat agar Allah memberikan pembenaran Allah atas keimanan kita adalah ketika kita termasuk orang yang senantias mema’murkan masjid, diantaranya adalah kita senantiasa shalat berjamaah di masjid ketika waktu shalat sudah masuk.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Sa’id al-Khudri dikatakan, “Anna Rasulullah Saw. Qaal, “Idza ra’aitumur rajulun ya’taadil masjida, fa asyhidu lahu bil iiman” (Jika kalian melihat seseorang yang senantiasa mendekatkan diri di masjid, maka saksikanlah bahwa dia seorang yang beriman). Hadits ini menunjukkan kepada kita tentang betapa pentingnya shalat berjamaah di masjid, karena dengannyalah kita mendapatkan pengakuan atas kebenaran keimanan kita. Oleh karena itu bagi kita yang aktif berdakwah, jangan hanya sekedar berbicara bahwa shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, akan tetapi hendaklah kita pahami dan kita pahamkan kepada masyarakat kita bahwa shalat berjamah merupakan sebuah keharusan. Bahkan dalam fiqhul Islami, sebagian besar imam madzhab mengatakan bahwa shalat jamaah hukumnya fardhu ‘ain (wajib bagi setiap orang). Dan dalil dipergunakan untuk menyimpulkan hal ini memang kuat, di antaranya karena Rasulullah Saw. tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah sampai akhir hayatnya. Ketika beliau menjelang dipanggil Allah, barulah posisi beliau sebagai imam shalat berjamaah digantikan oleh Abu Bakar. Bahkan ketika perang pun, Rasulullah Saw. tidak meninggalkan shalat berjamaah. Semua ini menunjukkan pentingnya shalat berjamaah, dan ia merupakan standar dari kebenaran keimanan seseorang. Bahkan, Rasulullah Saw. Mengatakan, “Awwalu maa yahaasabu ‘ala ‘abdi yaumal qiyaamati ash-shalah” (amal yang pertama kali dihisab oleh Allah Swt. adalah shalat).
Nilai seorang Muslim bergantung pada sejauh mana ia mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupannya. Jadi kemuliaan seorang Muslim bukan ditentukan oleh banyaknya ilmu yang dimilikinya, atau banyaknya kekayaan yang dikumpulkannya, atau karena ketenarannya di masyarakat. Hamba Allah Swt. yang selalu shalat berjamaah di masjidlah, yang mendapatkan kesaksian dari Rasulullah Saw. bahwa keimanannya benar. Oleh karena itulah ayat ini ditutup dengan sebuah penegasan Allah yang berbunyi, “Fa ‘asaa ulaa-ka an yakuunuu minal muhtadiin” (maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk). Dari penutup ayat ini bisa kita simpulkan bahwa indikasi daripada aorang yang mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mendirikan shalat, membayar zakat dan ia tidak takut selain kepada Allah Swt.
Dari ayat yang kita tadabburi ini kita mendapatkan pemahaman bahwa orang kafir dilarang untuk masuk ke dalam masjid, kecuali karena suatu kebutuhan yang tidak bisa ditinggal. Namun itu pun harus mendapatkan idzin dari ummat Islam yang benar-benar komitment dengan Islam. Kenapa orang kafir dilarang masuk masjid ? Karena pada dasarnya mereka najis, sekalipun menurut sebagian Ulama najis yang dimaksud di sini adalah najis ma’nawi. Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mengdekati Masjidil Haram sesudah tahun ini,maka Allah nanti akan memberi kekayaan kepadamu karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS At-Taubah: 28).

Wallahu a’lam bishshawab.
Dikutip dari http://ari2abdillah.wordpress.com/2007/07/03/tafsir-al-quran-memakmurkan-masjid-qs-at-taubah-17/
Smoga Bermanfaat
Salaamun'alaik

Rabu, 12 September 2012

Posted by Unknown
No comments | September 12, 2012
Bismillahirrohmaanirrohiim,
Assalamu'alaikum, kesejahteraan bagimu wahai saudara2 ku......

Dimulakan dengan lirik lagu dari Far East " Menanti di Barzakh"
Ku Merintih, Aku Menangis,Ku Meratap, Aku Mengharap, Ku Meminta Dihidupkan Semula, Agar Dapat Kembali Ke Dunia Nyata, Perjalanan Rohku, Melengkapi Sebuah Kembara,Singgah Di Rahim Bonda, Sebelum Menjejak Ke Dunia,Menanti Di Barzakh, Sebelum Berangkat Ke Mahsyar,Diperhitung Amalan, Penentu Syurga Atau Sebaliknya,Tanah Yang Basah Berwarna Merah, Semerah Mawar Dan Jugak Rindu,7 Langkah Pun Baru Berlalu,Susai Talkin Penanda Syahdu,Tenang Dan Damai Di Pusaraku,Nisan Batu Menjadi Tugu,Namun Tak Siapa Pun Tahu Resah Penantianku,Terbangkitnya Aku Dari Sebuah Kematian,
Seakan Ku Dengari,Tangis Mereka Yang Ku Tinggalkan,Kehidupan Disini Bukan Suatu Khayalan,Tetapi Ia sebenar Kejadian ,Kembali Oh Kembali,Kembalilah Kedalam Diri,Sendirian Sendiri,Sendiri Bertemankan Sepi,Hanya Kain Putih Yang Membaluti Tubuhku,Terbujur Dan Kaku,Jasad Terbujur Didalam Keranda Kayu,Azal Yang Datang Dibuka Pintu ,Tiada Siapa Yang Memberi Tahu,Tiada Siapa Pun Dapat Hindari,
Tiada Siapa Yang Terkecuali,Lemah Jemari Nafas Terhenti,Tidak Tergambar Sakitnya Mati,Cukup sekali Jasadku Untuk Mengulangi, Jantung Berdenyut Kencang,Menantikan Malaikat Datang,Mengigil Ketakutan Gelap Pekat Dipandangan, Selama Ini Diceritakan, Kini Aku Merasakan,Dialam Barzakh Jasad Dikebumikan,Ku Merintih, Aku Menangis,Ku Meratap, Aku Mengharap, Ku Meminta Dihidupkan Semula,
Agar Dapat Kembali Ke Dunia Nyata,"


Alam kubur, merupakan suatu misteri yang tiada kita bisa mengetahui pasti ada apa di sana??
Berpisahnya ruh dengan jasad akan menjadi awal dari sebuah kehidupan baru, alam baru yang selanjutnya akan dijalani ummat manusia untuk menghadap kepada Tuhannya sang Khalik. Setelah manusia berdiam di alam ruh, kemudian ia beranjak ke alam kandungan dan sampai akhirnya ia terlahir ke alam dunia yang fana, sebagai persinggahan untuk mengambil bekal perjalanan yang masih jauh.

Tiada manusia yang abadi di alam yang fana, setelah tiba masanya ia akan beranjak melanjutkan perjalannya.
Allah berfirman :
" Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. "
Q.S Al-Anbiya' : 35

Banyak hal yang sebenarnya bisa diuraikan dalam peristiwa maut, lepasnya ruh dengan jasad itu bukanlah hal yang mudah,Rasulullah SAW bersabda:

“(Sakitnya sakaratul maut itu) kira-kira tiga ratus sakitnya pukulan dengan pedang,” (HR. Imam Ibnu Abid Dunya)

Bahkan, Rasulullah, kekasih Allah merasakan pedihnya proses kematian itu ketika saat azal menghampirinya.Dari itu kita hendaknya mengingat kiamat qubro(kecil) yang akan segera kita hadapi, yaitu maut.

"Muslim yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik mempersiapkan diri untuk sesudah kematian itu, mereka itulah orang-orang yang cerdas”(diriwayatkan oleh Imam al-Qurtubi dalam al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umuri al-Akhirah

Di balik kepedihan dari maut itu, kita hendaknya tidak lupa pula kisah yang akan di hadapi di alam baqa', di seberang kematian tempat kita menanti yaumil akhir.

Ketika mayat itu hendak pergi meninggalkan rumahnya, maka ada 3 hal yang mengikutinya, yaitu keluarganya, hartanya dan amalannya, dan di antara ketiganya hanya ada satu yang akan tinggl, yaitu amalannya. Al-Hadist..

Pernahkah kita wahai saudaraku membayangkan betapa sempitnya kubur itu, betapa gelapnya di dalam sana, engkau ditinggal sendiri di ruang yang hanya muat jasadmu saja?

Setelah 7 langkah dari saudaranya yang mengantarkan ke pusaranya berlalu, datanglah malaikat Allah jyang ditugaskan untuk mengujinya dari keimanannya,dalam suatu riwayat disebutkan bahwa pasti akan datang pada seorang mayit dua malaikat yang menakutkan, suaranya seperti halilintar, pandangan matanya seperti kilat petir yang menyambar. Mereka akan bertanya kepada sang mayit: Siapa Tuhanmu? Siapa Nabimu, dan apa agamamu? Mereka juga akan menanyakan tentang wilayah dan imamah,yakni kepada siapa ia berwilayah dan berimam.

Pertanyaan-pertanyaan itu akan sangat sulit dijawab oleh seorang mayit, dan untuk menjawabnya ia butuh pertolongan. (Al- Al-Bihar 6: 215)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:

Jika seorang mukmin dimasukkan ke kuburnya, shalatnya berada di sebelah kanannya, zakatnya di sebelah kirinya, kebajikannya menaunginya, dan kesabarannya di sisinya. Ketika malaikat Munkar dan Nakir datang yang pertanyaannya ditakuti, maka kesabarannya berkata pada shalatnya, zakat dan kebajikannya, akulah yang akan mendampinginya jika kamu tidak mampu mengahapinya.” (Al-Kafi 2: 90, hadis ke 8)

dan Imam Ja’far Ash-Shadiq dan Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata:

Jika seorang hamba yang mukmin meninggal, maka masuklah bersamannya ke kuburnya enam wujud makhluk. Pada wujud makhluk itu nampaklah kebaikan wajahnya, keindahan keadaannya, keharuman baunya dan kebersihan bentuknya. Satu wujud berdiri di sebelah kanannya, satu wujud lagi berdiri di sebelah kirinya, satu wujud lagi di belakangnya, dan wujud yang lain di depannya, dan wujud yang paling baik berada di atas kepalanya. Ketika wujud keburukan datang dari sebelah kanan, maka wujud yang di sebelah kanan melindunginya dari arah kanan, demikian juga wujud-wujud yang lain menyelamatkan dari enam arah.
Lalu wujud yang paling baik itu berkata kepada yang lain: siapakah kamu, semoga Allah membalas kebaikanmu.
Yang di sebelah kanan menjawab: aku adalah shalat.
Yang di sebelah kiri menjawab: aku adalah zakat.
Yang di depan menjawab: aku adalah puasa.
Yang belakang menjawab: aku adalah haji dan umrah.
Yang di arah kaki menjawab: aku adalah kebajikan dari menyambungkan silaturrahim.
Kemudian wujud-wujud yang lain bertanya kepada wujud yang ada di atas kepalanya: Siapakah kamu? Wajahmu paling baik di antara kami, paling harum baunya, paling indah keadaannya.
Wujud itu menjawab: aku adalah wilayah kepada keluarga Muhammad saw.”
(Bihar Anwar 6: 234)

Dalam riwayat, bahwasanya orang mukmin sewaktu terputus dari dunia dan menghadap ke akhirat, maka turunlah malaikat dari langit kepadanya yang putih wajahnya yang wajah mereka bagaikan matahari. Mereka membawa kafan dari kafan-kafannya surga dan cendana dari cendan-cendana surga. Lalu mereka duduk didekatnya dengan memanjangkan matanya. Kemudian datanglah malaikat maut lalu duduk disekitar kepalanya seraya berkata: “Keluarlah wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada ampunan Allah dan keridhaan-Nya.” Maka keluarlah ruh dan mengalir dari tubuhnya sebagaimana mengalirnya tetesan dari minuman.

Kemudian para malaikat mengambilnya dan meletakkannya pada pada apa yang berada pada kedua tangan mereka dan mereka memasukkannya kedalam kafan-kafan itu. Maka dari ruh itu keluarlah bau-bauan seperti bau kesturi. Tidaklah mereka naik melewati malaikat kecuali mereka mengatakan: “Apakah bau yang harum ini?”

Mereka menjawab: “Ini adalah ruhnya Fulan.”

Mereka menyambut dengan kebaikan namanya, dan ia dipanggil ruh didunia. Setelah mereka sampai dilangit dengan ruh, maka mereka minta supaya dibukakan, maka terbukalah pintu-pintu langit bagi mereka. Setiap langit ada malaikat yang mengiringkannya sehingga mereka sampai pada langit ketujuh. memanggillah Zat pemanggil dari sisi Allah SWT: “Tuliskanlah kitabnya pada tempat yang tinggi (Illiyin) dan kembalikanlah ke bumi, sebab ia dijadikan dari bumi. Sebagaimmana diterangkan dalam firman Allah SWT:

“Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan dari padanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” (QS. Thaha: 55)

Maka mereka mengembalikan ruhnya kepada tubuhnya. Dan kedua malaikat yang berwibawa datang kepadanya. Maka keduanya berkata: “Siapakah Tuhanmu?……….. Sampai akhirnya.” Kemudian kedua berkata: “Apakah yang kamu katakan kepada lelaki ini yang ia diutus untuk kalian, yakni Muhammad.”

Mayat berkata: “Dia adalah utusan Allah dimana Al-Qur’an diturunkan kepadanya, dan aku mengimaninya (mempercayainya) dan membenarkannya.”

Maka ia dipanggil dari langit: “Benarlah hamba-Ku, maka hendaklah kalian memasang hamparan dari surga , pakaikanlah untuknya pakaian dari surga, bukakanlah pintu-pintu surga baginya.”
Dan datanglah kepadanya bau dan harumnya surga, dan menjadi luaslah kuburnya sepanjang penglihatan mata. Kemudian datanglah seseorang yang bagus rupanya dan berpakaian yang baik dan semerbak baunya. Maka ia mengatakan kepadanya: “Bergembiralah kamu dengan apa yang menyenangkan kamu. Inilah harimu yang menjanjikannya.”

Mayat mengatakan: “Siapa engkau? Allah SWT mengasihi kamu. Aku tak pernah melihat di dunia yang lebih bagus daripada engkau.

Ia mengatakan: “Aku adalah amalmu yang shalih.”

Jika termasuk orang celaka, maka apabila maut datang kepadanya, turunlah malaikat dari langit. Mereka membawa pakaian adzab, mereka duduk menjauh daripadanya, lalu malaikat maut datang dan duduk didekatnya kepalanya seraya berkata: “Wahai nafsu yang jahat, keluarlah kepada kemurkaan Allah.”
maka berpisahlah ruh dari jasadnya, keluarlah ruh dari badannya. Dan segala sesuatu yang dilangit dan dibumi sama melaknatinya, segala sesuat mendenngarnya kecuali jin dan manusia. Kemudian mereka membawa niak ruh kelangit dunia. Jika mereka dengan ruh telah sampai pada langit dunia, maka karena ruh itu ditutuplah pintu-pintu langit. Lalu memanggil-manggil Zat pemanggil dari sisi Allah: “Kembalikanlah ruh itu ke tempat tidurnya.”

Mereka mengembalikannya kekuburnya. Maka datanglah Munkar dan Nakir yang menghebohkan dalam kehebohan, suara keduanya seperti guntur, matanya seperti petir yang menyambar. Maka keduanya membakar bumi dengan siungnya. Kedunya duduk dengannya sambil bertanya: “Siapakah Tuhanmu?” Sahutnya: “Entah tidak tahu.”

Maka ada seruan dari samping kubur: “Wahai Munkar Nakir pukul saja orang itu.” Maka Munkar dan Nakir memukulny dengan palu dari besi. Andaikata para makhluk sama berkumpul seluruhnya, tentu tak dapat mengelakkannya, dari pukulan itu menyalahlah kuburnya menjadi api. Dan kubur menyempit antara dada dan punggungnya. Kemudian datanglah seseorang kepadanya dengan rupanya yang buruk dan hina, baunya bacin, dan berkata: “Allah telah membalas kejahatanmu. Maka demi Allah tidaklah kamu melakukan sesuatu kebajikan? Tapi kamu senantiasa lalai untuk taat dan bersegera melakukan kemaksiatan kepada Allah.

Mayat berkata: “Siapakah kamu? Aku belum pernah melihat sejelek kamu di dunia.

Ia menjawab: “Aku adalah perbuatanmu yang jahat.”

Lalu ia dibukakan pintu keneraka, ia melihat tempat duduknya di neraka terus-menerus. Demikian sampai datangnya hari kiamat. Ada diterangkan, bahwa orang mukmin difitnah dalam kuburnya selama tujuh hari. Adapun oranh kafir sampai 40 hari. Nabi SAW bersabda:

“Siapa yang mati pada hari Jum’at, Allah SWT menyelamatkannya kepada akan fitnah kubur.”

 Di sisi lain, ketika ujian dari malaikat munkar dan nakir pun bermula, yang dari yang penulis baca dan dengarkan dari pengajian, malaikat Allah bertanya di empat sisi dari mayit,

Sisi pertama , malaikat bertanya di bagian kepala,
  • Siapa Tuhanmu?
  • Siapa Nabimu?
  • Apa Agamamu?
  • Siapa Imammu?
  • Dimana Kiblatmu?
  • Siapa Saudaramu?
bukanlah jasad yang akan menjawab semua itu melaikan amalannya, yang menjawab di kepalanya adalah shalatnya, yang keningnya diletakkan ke bagian paling rendah, bahkan lebih rendah dari dengkulnya.Andai shalat itu terpelihara, Shalat itupun menjawab :
  • Siapa Tuhanmu? Allah SWT
  • Siapa Nabimu? Muhammad SAW
  • Apa Agamamu? Islam
  • Siapa Imammu? Al-Quran
  • Dimana Kiblatmu? Ka'bah
  • Siapa Saudaramu? Muslimin dan Muslimat
Setelah selesai dan lulus di bagian kepalanya, kemudian malaikat pun bertanya di bagian kedua, sisi kanannya dengan pertayaan serupa, siapakah Tuhanmu, Nabimu.......dan seterusnya. Di bagian ini yang akan menjawab semua itu adalah zakat dan sedekahnya di masa hidup di dunia.Kedermaan hati serta keikhlasan untuk menolong dan meringankan beban saudara ini yang akan menolongnya dari Azab Allah. Dan andai sisi kanan ini lulus dari ujiannya, maka malaikat Allah bertanya pada sisi selanjutnya.

Sisi kiri si mayat, Malaikat Allah bertanya, siapakah Tuhanmu, Nabimu....dan selanjutnya. Tahu kah kita saudaraku siapa yang menjawab di sisi kiri ini. Ialah amalan puasanya sepanjang hidupnya. Maka alangkah susahnya pertanyaan itu jika selam hidup kita mengabaikan puasa, mengagunggkan nafsu duniawi di atas segalanya. Sungguh beruntunglah seorang muslim yang memelihara puasanya, hingga puasanya ini menjawab, Tuhanku adalah Allah, Nabiku adalah Muhammad SAW,... dan seterusnya.

Maka ketika ujian di sisi kiri ini pun telah selesai, Munkar dan Nakir kemudian bertanya ke sisi ke empat, Kakinya. Tahukah saudaraku siapa yang akan menjawab di sisi ini? Ialah silaturrahmi yang selalu ia jaga. Ukhuwah yang terpelihara. Kasih sayangnya kepada tetangga dan masyarakatnya. Sungguh mulialah manusia yang memelihara silaturrahmi. Kerna jika silaturrahmi itu baik, maka ia pun menjawab, Tuhanku adalah Allah, Nabiku adalah Muhammad SAW,... dan seterusnya.

Itulah beberapa kisah dari alam kubur di seberang kematian, dimana hidup kita setelah mati, meninggalkan dunia yang fana ini.

Saudaraku, perjalanan ini masih jauh, bawalah bekal sebanyak-banyaknya, persiapkanlah untuk menghadapinya, ingatlah kepada kematian itu. Karna sesungguhnya yang paling dekat dengan kita ialah kematian (Abu Khurairah r.a).

Mari kita renungi diri, mari kita mengingat kembali masa yang pergi, sudah masukkah kita ke dalam hambanya yang taqwa? atau masa yang diberi sebahagian besar hanya untuk dosa?
na'udzubillahimin dzalik.

Semoga kita dapat mengambil manfaat dari tulisan ini, menggugah hati dan introspeksi diri. Dimanakah kita sekarang berada? Semoga kita temasuk hambanya yang beruntung dan jiwa yang muthma'innah. Amin......

"Hai jiwa yang tenang,kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam syurga-Ku"
Q.S Al-Fajr 27-30

Salaamun'alaik <adapted from alhabibi89.blogspot.com as a trial post >