Sayyid
Husain Al- Musawi bukanlah nama yang asing di kalangan Syi'ah. Beliau adalah
seorang ulama besar Syi'ah yang lahir di Karbala dan belajar di
"Hauzah" hingga mendapatkan gelar mujtahid dari Sayyid Muhammad
Husain Ali Kasyif Al- Ghita'. Selain itu beliau juga mempunyai kedudukan yang
istimewa di sisi Imam Ayatollah Khomeini.
Setelah
melalui pengembaraan spiritual yang cukup panjang akhirnya beliau mendapatkan
hidayah dari Allah. Beliau menemukan banyak sekali kesesatan dan penyimpangan
dalam ajaran Syi'ah yang selama ini dianutnya. Beliau memutuskan keluar dari
Syi'ah, masuk ke dalam Ahlu Sunnah.
Beliau
melalui kitab "Lillah.. Tsumma
Littarih" edisi Indonesia "Mengapa saya Keluar dari Syi'ah"
mengungkapkan bahwa umumnya tokoh- tokoh Syi'ah amat suka dengan gaya hidup
mewah bergelimang harta dan gonta- ganti wanita sesuka mereka dengan dalih
agama, mengeluarkan fatwa- fatwa demi kepuasan syahwat semata. Hadits- hadits
yang mereka riwayatkan di banyak kitab- kitab yang mereka lahirkan adalah
hadits- hadits palsu yang keluar dari akal picik mereka sendiri demi meraup
keuntungan duniawi. Menyandarkan setiap hadits kepada Nabi dan Ahlu Bait.
Contoh
haditsnya seperti berikut ini pada ihwal pembolehan nikah mut'ah menurut mereka:
Ash-
shaduq meriwayatkan dari As- shadiq Alaihis Salam, dia berkata,
"Sesungguhnya mut'ah adalah
agamaku dan agama bapakku. Barangsiapa yang mengerjakannya, maka dia telah
mengamalkan agamanya. Barangsiapa yang mengingkarinya, maka berarti dia
mengingkari agama kami dan berakidah dengan selain agama kami." (Man La yahdhuruhu Al- faqih, 3/366) Ini
adalah pengkafiran terhadap orang yang menolak mut'ah.
Padahal jelas sekali bahwa kerusakan yang ditimbulkan
oleh mut’ah sangat besar dan
kompleks, di antaranya:
1.
Menyalahi nash-
nash syariat karena mengahalkan apa yang diharamkan Allah.
2.
Riwayat- riwayat dusta yang bermacam- macam
dan penisbatannya kepada para imam, padahal di dalamnya mengandung caci maki
yang tidak akan diridhai oleh orang yang dalam hatinya terdapat sebiji sawi
dari keimanan.
3.
Dari kerusakan yang ditimbulkannya dari
pembolehan mut’ah dengan wanita yang
bersuami, walau dia berada di bawah penjagaan seorang laki- laki tanpa
diketahui oleh suaminya. Dalam keadaan seperti ini seorang suami tidak akan
merasa aman kepada istrinya, karena adakalanya sang istri menikah mut’ah tanpa sepengetahuan suaminya yang
sah menurut syari’at dan tanpa seizinnya. Ini adalah kerusakan di atas
kerusakan.
Dalam
hal ini hanya tiga point saja yang bisa di ungkapkan, jika mau tahu
selengkapnya baca langsung kitabnya yang telah di sebutkan di atas yaitu "Mengapa
saya Keluar dari Syi'ah" oleh Sayyid Husain Al- Musawi terbitan Pustaka
Al- kautsar, Februari 2012- Jakarta Timur.
Selamat membaca..
0 komentar:
Posting Komentar