INFORMASI

Marhaban Bikumul_Kautsar

Rabu, 29 Mei 2013

Posted by azwar ammar
No comments | Mei 29, 2013
Hamil adalah keadaan yang sangat unik dan istimewa. Bayangkan, ada makhluk kecil yang akan menjadi serupa kita di dalam rahim ibu. Jika semua makhluk hidup hanya memiliki satu jantung, maka ibu yang hamil bisa punya dua jantung yang berdetak di tubuhnya.

Setelah habis kontrak si bayi selama 9 bulan idealnya di dalam perut ibu, penantian yang selama ini dinanti- nantikan, cabang bayi dari hasil buah cinta ayah dan ibu yang telah lama ditunggu- tunggu, maka terlahirlah bayi kedunia yang fana ini. Menghirup udara yang berbeda, yang sebelumnya bernafas dengan cara menerima oksigen dari darah ibunya, sekarang harus mengambilnya sendiri dari udara dengan paru-parunya. Dan melalui cara yang menakjubkan, paru-paru, yang belum pernah menarik nafas sebelum lahir, mulai bernafas secara normal (Harun Yahya).

Dalam ayat 233 surah Al- baqarah Allah SWT menjelaskan tentang hak menyusu bagi seorang anak dan kewajiban seorang ibu untuk menyusuinya setelah terlahir kedunia  serta kewajiban seorang ayah mencukupi kebutuhan mereka baik dalam kondisi belum bercerai atau telah bercerai (sampai anak berusia baligh).
  1. Bunyi ayat:
 وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا لاَ تُضَآرَّ وَالِدَةُ بِوَلَدِهَا وَلاَ مَوْلُودُُلَّهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالاً عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَن تَسْتَرْضِعُوا أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآءَاتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرُُ
     2. Terjemahan ayat:
"Dan ibu- ibu (yang ditalak) hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan pernyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu bila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." 

      3. Tafsir ayat:

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ 

Pada ayat ini boleh menghentikan susuan sebelum dua tahun (sesudah habis dua tahun tidak ada susuan lagi).

 لاَ تُضَآرَّ وَالِدَةُ بِوَلَدِهَا وَلاَ مَوْلُودُُلَّهُ بِوَلَدِهِ
          
Ayat ini diterjemahkan: "Janganlah seseorang ibu memudaratkan suami dengan sebab si anak." Umpamanya meminta belanja lebih dari patut. (Tafsir Al- Bayan, Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, jilid- 1, h.90)

Dan Ibnu Katsir juga berkomentar di dalam pendapatnya ketika menjelaskan surat Al Baqarah ayat 233 tentang anjuran pemberian ASI, disebutkan, “Ini adalah bimbingan dari Allah Taála bagi para ibu supaya mereka menyusui anak-anaknya dengan sempurna, yaitu dua tahun penuh. Dan setelah itu tidak ada lagi penyusuan.”
Yang dimaksud dengan “setelah itu tidak ada lagi penyusuan”adalah bahwa penyusuan yang terjadi setelah anak mencapai dua tahun itu tidak dianggap “penyusuan”

Hal ini berkaitan dengan hukum mahram yang terjadi antara anak dengan ibu susu, seperti yang dijelaskan dalam tafsir tersebut.
Hadits no. 1164: Dari Ibnu Abbas RA: “Penyusuan tidak mengharamkan kecuali di dalam dua tahun.” (Riwayat Ad-Daruquthni ).(Dan Ibnu Adi dalam keadaan marfu' dan mauquf. Menurut mereka yang rajih mauquf).

     4. Kaitannya dengan Media Pembelajaran
Seorang ibu wajib menyusui anaknya dan sang ayah wajib menafkahi pada keduanya. Ayah memberi nafkah kepada ibu secara lahir ialah guna ibu membeli makanan yang nantinya menjadi darah dan menjadi sari susu di dalam payudara ibu yang itu nantinya menjadi makanan dan kebutuhan primer sang bayi (menyusu pada ibunya). Bukan hanya secara lahir, si ayah juga harus menafkahi secara bathin yaitu dengan kasih- sayang yang penuh terhadap keduanya.

Seperti yang dikatakan oleh Ayahanda Prof. DR. Quraish Shihab berkaitan dengan nafkah bathin ialah perlu bagi seorang ayah mengikat hubungan di antara mereka tersebut dengan: 

  1). Mawaddah 
Mawaddah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Beliau juga mengatakan bahwa "mawaddah" adalah"cinta plus". Dengan diberlakukannya mawaddah oleh sang ayah di dalam dirinya maka niscaya dia akan menikmati disaat mencari nafkah untuk anak dan istrinya dengan penuh kerelaan dan suka- cita.

  2). Rahmah (Kasih- sayang)
Kaitannya dengan media pembelajaran adalah ibu dan ayah mempunyai tugas sebagai partner parents hendaknya jeli dan teliti dari mana makanan yang didapat mestilah secara ma'ruf supaya anak terhindar dari keburukan. Medianya adalah cara yang digunakan sang ayah untuk mendapatkan nafkah dan memberikannya kepada anak istrinya itulah sebagai media pembelajaran.
Wallahu muwafiq..
Wassalamu'alaykum..

Kamis, 16 Mei 2013

Posted by alkautsar
No comments | Mei 16, 2013
Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh,
Dalam kehidupan sehari, begitu banyak hal yang telah mejadi kebiasaan umum tanpa memandang dari sisi hukum dengan sudut pandang Agama, khususnya Islam.
Berikut adalah sebuah pertanyakan yang pernah di ajukan kepada narasumber :

Pertanyaan: 

Assalamu'alaikum ustadz yang dirahmati Allah. Terima kasih atas jawaban ustadz untuk pertanyaan, sekalian juga saya mau bertanya bagaimana hukum mengecat (semir) rambut dalam Islam ustadz,.. Terima kasih ustadz... Ir. H. P. Mulia Siregar 

Jawaban: 

Sehubungan dengan masalah ini ada satu riwayat yang menerangkan, bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak memperkenankan menyemir rambut dan merombaknya, dengan suatu anggapan bahwa berhias dan mempercantik diri itu dapat menghilangkan arti beribadah dan beragama, seperti yang dikerjakan oleh para rahib dan ahli-ahli Zuhud yang berlebih-lebihan itu. Namun Rasulullah saw. melarang taqlid pada suatu kaum dan mengikuti jejak mereka, agar selamanya kepribadian umat Islam itu berbeda, lahir dan batin. 

Untuk itulah maka dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w. mengatakan: 

“Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka.”
 (HR. Bukhari) 

Perintah di sini mengandung arti sunnat, sebagaimana biasa dikerjakan oleh para sahabat, misalnya Abubakar dan Umar. Sedang yang lain tidak melakukannya, seperti Ali, Ubai bin Kaab dan Anas. 

Tetapi warna apakah semir yang dibolehkan itu? Dengan warna hitam dan yang lainkah atau harus menjauhi warna hitam? Namun yang jelas, bagi orang yang sudah tua, ubannya sudah merata baik di kepalanya ataupun jenggotnya, tidak layak menyemir dengan warna hitam. Oleh karena itu tatkala Abubakar membawa ayahnya Abu Kuhafah ke hadapan Nabi pada hari penaklukan Makkah, sedang Nabi melihat rambutnya bagaikan pohon tsaghamah yang serba putih buahnya maupun bunganya. 
Untuk itu, maka bersabdalah Nabi: “Ubahlah ini (uban) tetapi jauhilah warna hitam.” 
(HR. Muslim) 

Adapun orang yang tidak seumur dengan Abu Kuhafah (yakni belum begitu tua), tidaklah berdosa apabila menyemir rambutnya itu dengan warna hitam. Dalam hal ini az-Zuhri pernah berkata: “Kami menyemir rambut dengan warna hitam apabila wajah masih nampak muda, tetapi kalau wajah sudah mengerut dan gigi pun telah goyah, kami tinggalkan warna hitam tersebut.” Termasuk yang membolehkan menyemir dengan warna hitam ini ialah segolongan dari ulama salaf termasuk para sahabat, seperti: Saad bin Abu Waqqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husen, Jarir dan lain-lain. 

Sedang dari kalangan para ulama ada yang berpendapat tidak boleh warna hitam kecuali dalam keadaan perang supaya dapat menakutkan musuh, kalau mereka melihat tentara-tentara Islam semuanya masih nampak muda. Dan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar mengatakan: 
“Sebaik-baik bahan yang dipakai untuk menyemir uban ialah pohon inai dan katam.”
(HR. Tirmizi dan Ashabussunan) 

Inai berwarna merah, sedang katam sebuah pohon yang tumbuh di zaman Rasulullah s.a.w. yang mengeluarkan zat berwarna hitam kemerah-merahan. Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Abubakar menyemir rambutnya dengan inai dan katam, sedang Umar hanya dengan inai saja. 

Dari Jabir ra., dia berkata: ”Pada hari penaklukan Makkah, Abu Quhafah (ayah Abu Bakar) datang dalam keadaan kepala dan jenggotnya telah memutih (seperti kapas, artinya beliau telah beruban). Lalu Rasulullah saw., bersabda: “Ubahlah uban ini dengan sesuatu, tetapi hindarilah warna hitam.”
 (HR. Muslim)

Ulama besar Syafi’iyah, An Nawawi membawakan hadits ini dalam Bab “Dianjurkannya menyemir uban dengan shofroh (warna kuning), hamroh (warna merah) dan diharamkan menggunakan warna hitam”. Ketika menjelaskan hadits di atas An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Menurut madzhab kami (Syafi’iyah), menyemir uban berlaku bagi laki-laki maupun perempuan yaitu dengan shofroh (warna kuning) atau hamroh (warna merah) dan diharamkan menyemir uban dengan warna hitam menurut pendapat yang terkuat. Ada pula yang mengatakan bahwa hukumnya hanyalah makruh (makruh tanzih). Namun pendapat yang menyatakan haram lebih tepat berdasarkan sabda Rasulullah saw.,: “hindarilah warna hitam”. Inilah pendapat yang menurut saya lebih baik untuk diamalkan. 

Demikian pembahasan yang kami sajikan mengenai uban dan menyemir rambut. Semoga pembahasan kali ini bisa menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah selalu memberikan kita ketakwaan dan memberi kita taufik untuk menjauhkan diri dari yang haram. Wallahu a’lam bi as- showab.

Demikianlah pertanyaan dan jawaban telah diuraikan di atas. Semoga dapat menjadi pelajaran dan bermanfaat untuk kita semuanya.....,

Special thanks untuk Ustadz Dr. Fuji Rahmadi, MA  yang menjadi narasumber, smoga abanganda sukses dan senantiasa dalam Lindungan dan Rodho Allah.

Salam Al-Kautsar..
Wassalamu'alaikum....

Sabtu, 11 Mei 2013

Posted by azwar ammar
No comments | Mei 11, 2013
"Seorang bos pada suatu perusahaan yang memberikan agenda (kegiatan kerja) kepada karyawannya, dengan tujuan si karyawan melaksanakan agenda tersebut dengan sebaik- baiknya dan sebenar- benarnya dengan kontrak kerja yang sudah ditentukan dan disepakati beserta fasilitas yang memadai pula di dalam sebuah ruangan tempat si karyawan nantinya bekerja. 

Awalnya, pada hari pertama bekerja si karyawan dengan semangat juang '45-nya yang berkobar melaksanakan apa yang sudah di agendakan dan di amanahkan si bos. Hari pun terus berganti, kalender pun bertukar, kejenuhan dengan keadaan yang ada pun mulai merayap dipikiran si karyawan, apalagi ruangan kerja yang ber- AC dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, ada TV LCD 40" + DVD, Sofa empuk, kursi kerja empuk, sangat mendukung untuk sedikit bermalas- malasan.

Karena sudah merasa terfasilitasi lantas si karyawanpun terbuai, menggunakan fasilitas yang disediakan diluar dari penggunaan untuk aktifitas pekerjaan, lalai dalam bekerja pun tak ketinggalan.

Padahal, tidak semua fasilitas yang disediakan oleh pihak perusahaan bisa digunakan begitu saja apalagi dengan semaunya, karena adapun fasilitas tersebut disediakan guna mendukung aktiftas pekerjaan saja, selebihnya si karyawan tidak ada hak. Tapi aktifitas si karyawan selama berada di dalam ruangan kerja dipantau oleh CCTV, memastikan adakah perkembangan selama karyawan bekerja atau sebaliknya larut, terbuai dan lalai dengan fasilitas tersebut. 

Tentunya dengan kejadian itu si karyawan tidak menutup- kemungkinan mendapat teguran dan marah dari si bos, bisa jadi pemecatan pun diterimanya pula."

Persamaannya pada kehidupan di dunia ini, seorang hamba adalah si karyawan, sedangkan Allah SWT sebagai bos pemilik perusahaan, agenda yakni Al- Qur'an dan Sunnah sebagai pedoman hidup, kontrak kerja adalah umur dan kesempatan yang sudah di amanahkan kepada kita, apa saja yang sudah diperbuat? positif kah atau negatif? bermanfaat kah atau aniaya? dan seluruh fasilitas di dalam ruangan bekerja adalah dunia beserta isinya, kemanakah kita pergunakan? apa bisa kita lari dari pantauan (cctv) Allah SWT? murka atau ridho Allah SWT yang kita harapkan? 

Hal ini MUNGKIN sudah pernah terpikirkan oleh kita, cuma apakah kita sudah betul- betul hambanya Allah SWT?

Minggu, 05 Mei 2013

Posted by azwar ammar
No comments | Mei 05, 2013
"Di dalam sholat diri sering larut dengan setan yang berbisik, menggelayut di aliran darah, membisik- bisikan hal keduniaan sehingga diri ini lupa kepada siapa sebenarnya sedang menghadap..

Hati orang mukmin itu adalah rumah Allah.
apakah benar demikian..??
sedangkan yang mendiaminya ialah selain-Nya...

Hati diibaratkan sebuah tempat walimah, dan Allah sebagai tamunya..
bisakah hati itu menjadi tuan rumah yang baik atas kedatangan Tamu itu untuk menyambut kedatangan-Nya,,??
sementara hati tersebut kotor, berserak, tumpat dengan hal keduniaan..
bagaimana bisa..??

Hemat saya, di dalam sholat Allah berperan sebagai tamu yang teramat penting dari sekian banyak tamu- tamu penting lainnya tuk dihadirkan ke dalam hati,,
kenapa diri ini ketika berhadapan dengan manusia walaupun terhormat menghadap dengan keadaan rapi,
sopan, serius dan fokus kepadanya..
sedangkan Allah, bagaimana..??

Di dalam kitab "sholatnya ahli ma'rifat" karangan Ruhul musawi ahmad khomeini dikatakan bahwa sholat sepertu itu kurang sopan dan kurang beretika terhadap Allah.

Kenapa kita sering mengabaikan akan hal itu..??
marilah bersama- sama, start dari sekarang, dengan penuh kesungguhan kita perbaharui sholat. Yang penting kualitas sholat walaupun sedikit bukan kuantitas, baik sholat fardhu maupun shalat sunnat.

harap kritikannya tuk membangun, thanks before..

Ref : "sholatnya ahli ma'rifat" oleh Ruhul musawi ahmad khomeini
Posted by azwar ammar
No comments | Mei 05, 2013
Assalamu'alaykum warohmatullah wabarokatuh wamaghfiroh..
Selamat siang kawan semuanya..

Melihat begitu dahsyat kontroversi yang terjadi di Indonesia tentang Poligami, rasanya tidak mungkin seorang suami bisa berpoligami dengan aman. Sebab citra yang sudah terbangun dibenak masyarakat kita tentang poligami, adalah persaingan, kecemburuan, dan perang dingin antara istri- istri yang dimadu.

Padahal tidaklah demikian kenyataannya, poligami bisa dilakukan dengan aman, tentram dan jauhdari persaingan dan perang dingin antara istri- istri yang dimadu, jika suami yang berpoligami melakukan tindakan penuh tanggung jawab, adil dan memperlakukan istri- istrinya dengan sebagaimana mestinya.

Apalagi seorang suami yang berpoligami dengan penuh tanggung jawab, jelas akan memperoleh tambahan pahala, karena menafkahi lebih dari satu keluarga, dialah suami bertanggung jawab yang dikatakan oleh Ibnu Abbas sebagai suami yang lebih baik dari pada suami- suami yang lain.

Memang sich, tak akan ada satu wanita pun yang rela dimadu, bahkan hatinya menjerit jika hal itu terjadi padanya. Dan bahkan ultimatum "Cerai....!!!!" sudah pasti akan mampir dibibir para wanita, jika disinggung masalah poligami.

Padahal bila seorang suami melakukan praktek poligami itu adalah hal yang normal, karena lelaki butuh tempat penyaluran hasrat seksualnya, daripada suami berzina.
Apalagi bila istri tidak bisa hamil, sedangkan suami ingin sekali mempunyai keturunan, maka alternatif yang bijak adalah poligami. Ini adalah bagian dari beberapa hikmah berpoligami.
Dan bila istri menyarankan alternatif lain dengan mengadopsi anak, tentu anak angkat tetaplah anak angkat, tak akan bisa berubah status menjadi anak kandung apalagi haknya tidah bisa berubah menjadi hak anak kandung. Warisan tidak bisa diterima oleh anak angkat, begitu juga bila menyandang nama ayah angkatnya dibelakang namanya.

Bukankah sudah ada dasar hukum halalnya berpoligami:

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ

"Maka nikahilah wanita- wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat..."
(Surah An- nisa' ayat: 3)

Ayat di atas adalah Allah memberi pilihan kepada para suami yang ingin berpoligami. Kepada istri- istri yang dimadu, yang dibagi cinta dan kasih- sayangnya, dibagi perhatiannya yang semula hanya untuk dia seorang menjadi terbagi dan berbagi bersama madunya, ingatlah hanya seotang istri yang benar- benar beriman mengizinkan suaminya berpoligami bila kalian para istri memiliki kekurangan yang mengakibatkan suami tidak punya pilihan lain selain berpoligami.

Wallahu a'lam bishshowab..
wassalamu'alaykum warohmatullahi wabarokatuh wamaghfiroh...

Rujukan:
- Isnaeni Fuad, "Berpoligami Dengan Aman ", Lintas Media, Jombang.
- Al- Qur'anul karim dan terjemahnya